Jakarta|EGINDO.co Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan total kerugian masyarakat akibat aktivitas keuangan ilegal telah mencapai sekitar Rp120 triliun. Angka fantastis ini mencerminkan maraknya praktik penipuan berbasis digital, mulai dari pinjaman online (pinjol) ilegal hingga investasi bodong.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menuturkan bahwa digitalisasi di sektor keuangan sejatinya membawa manfaat besar, seperti efisiensi biaya, peningkatan akses, dan kemudahan layanan. Namun, perkembangan ini juga melahirkan risiko baru yang justru merugikan masyarakat.
“Digitalisasi memang membuka akses luas, tapi di sisi lain juga memberi peluang bagi fraudster dan scammer untuk menjerat masyarakat. Kerugiannya sangat nyata, bahkan sudah mencapai lebih dari Rp120 triliun,” ujar Friderica dalam peluncuran Kampanye Nasional Berantas Scam dan Aktivitas Keuangan Ilegal di Jakarta, Selasa (19/8/2025).
Lebih jauh, ia menekankan pentingnya pendalaman pasar keuangan sebagai salah satu kunci pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, tujuan tersebut sulit tercapai jika dana masyarakat justru lenyap akibat praktik ilegal. “Bagaimana kita bisa berharap masyarakat berpartisipasi dalam pasar keuangan, bila uang mereka tidak masuk ke sektor produktif, melainkan hilang karena menjadi korban penipuan,” tegasnya.
OJK melalui Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) mencatat, sepanjang 1 Januari hingga 29 Juli 2025, telah dilakukan pemblokiran terhadap 1.840 entitas keuangan ilegal. Dari jumlah itu, 1.556 merupakan pinjol ilegal, sementara 284 sisanya investasi ilegal.
Dalam periode yang sama, Satgas menerima 11.137 pengaduan masyarakat, terdiri dari 8.929 laporan pinjol ilegal dan 2.208 laporan investasi ilegal. Selain itu, OJK juga memblokir 2.422 nomor telepon terkait aktivitas keuangan ilegal serta 22.993 nomor telepon yang dilaporkan langsung oleh korban scam.
Langkah ini diharapkan mampu menekan maraknya praktik penipuan keuangan digital sekaligus mengembalikan kepercayaan publik agar lebih berani memanfaatkan jasa keuangan resmi dan produktif.
Sumber: Bisnis.com/Sn