Jakarta|EGINDO.co Momen pembacaan teks Proklamasi menjadi pilar bersejarah bagi bangsa Indonesia. Di balik detik-detik khidmat tersebut, tersimpan ragam kisah menarik yang jarang terungkap ke publik. Berikut ini ragam fakta unik berdasarkan beragam sumber, termasuk tambahan dari media terkemuka detik.com:
1. Bung Karno Sakit Malaria saat Hari Kemerdekaan
Pada Jumat pagi, 17 Agustus 1945 sekitar pukul 08.00 WIB, Bung Karno terbangun oleh dokter pribadinya, dr. Soeharto, dalam kondisi tubuh yang memanas akibat malaria tertiana. Beberapa jam sebelumnya, beliau begadang bersama tokoh pergerakan di rumah Laksamana Maeda untuk menyusun naskah Proklamasi. Setelah disuntik dan diberi obat, beliau tertidur dan baru bangun sekitar pukul 09.00 WIB, dengan kondisi yang membaik sebelum membacakan teks Proklamasi tepat pukul 10.00 WIB di Pegangsaan Timur 56.
2. Mikrofon Pinjaman untuk Pembacaan
Mikrofon yang digunakan bukan milik Bung Karno maupun pemerintah Jepang. Alat tersebut adalah milik Gunawan, pemilik Radio “Satrija” di Jalan Salemba Tengah 24, Jakarta. Dua pemuda—Wilopo dan Nyonoprawoto—datang meminjam mikrofon tanpa menjelaskan maksudnya. Karena keduanya tidak mampu memasangnya, Gunawan meminta anggota keluarganya untuk membawanya ke Pegangsaan Timur.
3. Naskah Asli Teks Proklamasi Temuan di Tempat Sampah
Naskah tangan asli yang ditulis Bung Karno sempat dibuang ke tempat sampah setelah diketik ulang oleh Sayuti Melik karena dianggap tidak diperlukan. Untungnya, B.M. Diah, seorang wartawan asal Aceh yang hadir saat itu, menyelamatkan dokumen tersebut. Ia menyimpannya selama lebih dari 46 tahun sebelum menyerahkannya kepada Presiden Soeharto pada awal 1990-an.
4. Bendera Merah Putih dari Bahan Sederhana
Sang Saka Merah Putih pertama yang dikibarkan dibuat dari bahan sederhana—sprei putih dan kain milik penjual soto—yang dijahit oleh Fatmawati.
Menurut liputan detikEdu (detik.com), naskah asli Proklamasi tulisan tangan Soekarno memang sempat dibuang usai diketik ulang oleh Sayuti Melik, yang mengira naskah asli tidak lagi diperlukan. Dengan naluri jurnalistik, BM Diah memungut naskah tersebut dan menyimpannya selama 47 tahun sebelum akhirnya diserahkan kepada pemerintah.
Penutup
Momen Proklamasi 17 Agustus 1945 bukan hanya simbol kemerdekaan, melainkan juga kumpulan kisah heroik dan kelokan sejarah—dari perjuangan fisik Bung Karno yang sakit, hingga kebijaksanaan wartawan dalam menyelamatkan naskah bersejarah. Semoga kisah-kisah ini terus menginspirasi kepedulian kita terhadap nilai-nilai sejarah dan kebangsaan.
Sumber: rri.co.id/Sn