Jakarta | EGINDO.com – Penduduk Indonesia yang hidup tidak layak, mulai dari masalah hunian hingga masalah pangan. Hal itu diungkapkan lembaga riset kebijakan Sigmaphi Indonesia yang pada Sabtu (9/8/2025) merilis kajian mengenai data kemiskinan di Indonesia.
Menurut lembaga tersebut, berdasarkan penghitungan yang dilakukan Sigmaphi, tercatat 42,9% penduduk Indonesia atau setara 118,73 juta jiwa hidup dalam kondisi tidak layak pada 2023.
Hal tersebut tertuang dalam kajian yang dirilis Sigmaphi pada Agustus 2025 dengan tajuk: Menuju Standar Hidup Layak.
Temuan tersebut muncul setelah penghitungan kemiskinan menggunakan pendekatan baru berbasis basic rights (hak dasar), bukan sekadar basic needs (kebutuhan dasar) seperti yang digunakan BPS saat ini. Metode itu menilai kesejahteraan melalui enam indikator hak dasar, yaitu kesehatan, pendidikan, pekerjaan, pangan, air minum, dan tempat tinggal.
Menurut Sigmaphi, sebagian besar warga yang hidup tidak layak justru berada di luar kategori miskin versi BPS. Misalnya, dari total 79,6 juta penduduk yang tinggal di hunian tidak layak, sebanyak 66,5 juta orang tercatat tidak miskin menurut data resmi. Begitu juga dari 51,6 juta penduduk yang tak punya akses pangan layak, 42,6 juta orang berada di luar garis kemiskinan BPS.
Untuk itu Sigmaphi merekomendasikan pemerintah mengubah indikator resmi kesejahteraan dengan memasukkan enam hak dasar tersebut, sekaligus menempatkan pemenuhan pangan dan perumahan sebagai prioritas. Sigmaphi dalam laporannya menulis, “Kaji ulang indikator kesejahteraan, dengan memasukkan aspek kehidupan layak yang berbasis hak dasar atau basic right.”
Bs/fd/timEGINDO.com