Integritas Kepemimpinan dari Istana ke Balai Desa

Dr. Wilmar Eliaser Simandjorang, Dipl._Ec., M.Si
Dr. Wilmar Eliaser Simandjorang, Dipl._Ec., M.Si

Oleh: Dr. Wilmar Eliaser Simandjorang, Dipl.Ec., M.Si

Kepemimpinan bukan sekadar strategi atau kekuasaan. Dalam perspektif Alkitabiah, kepemimpinan adalah panggilan spiritual—sebuah amanah yang menyangkut tanggung jawab kepada Allah dan sesama. Sejak awal, manusia diberi mandat budaya untuk mengelola dan memelihara ciptaan (Kejadian 1:28). Maka, pemimpin dipanggil bukan hanya untuk mengatur rakyat, tetapi juga untuk melayani mereka sesuai kehendak Tuhan.

Alkitab menegaskan bahwa segala otoritas berasal dari Allah (Roma 13:1). Artinya, pemimpin pada hakikatnya adalah pelayan Tuhan. Jabatan publik bukan ruang untuk mencari kehormatan, melainkan ladang untuk mewujudkan keadilan, kebenaran, dan kesejahteraan bersama. Kepemimpinan sejati menuntut pertanggungjawaban moral dan spiritual, bukan sekadar administratif.

Tiga Raja, Tiga Cermin Kepemimpinan

Kisah para raja dalam Alkitab menyuguhkan pelajaran berharga tentang karakter, arah, dan integritas kepemimpinan.

Yoas memulai pemerintahannya dengan baik, namun setelah kehilangan bimbingan rohani, ia tergelincir dalam keputusan-keputusan buruk. Ini mengingatkan bahwa reputasi awal tidak cukup tanpa ketaatan yang berkelanjutan.

Yosia, raja muda yang memimpin reformasi di Yehuda, menunjukkan bahwa usia bukan halangan untuk menegakkan kebenaran. Ia menyingkirkan berhala, memulihkan ibadah, dan menjadikan firman Tuhan sebagai arah bangsa (2 Tawarikh 34:2–3). Kepemimpinannya menegaskan bahwa keberanian moral lebih penting daripada pencitraan.

Daud, meski jatuh dalam dosa besar, menunjukkan teladan pertobatan sejati. Dalam Mazmur 51, ia mengakui kesalahannya dengan kerendahan hati. Ini memperlihatkan bahwa kepemimpinan berintegritas bukan soal tanpa cela, tetapi soal kesiapan bertobat dan berubah.

Kerapuhan Manusia dan Anugerah Allah

Manusia, menurut Alkitab, adalah makhluk yang telah jatuh dalam dosa. Kecenderungan menyimpang, haus kuasa, dan korupsi hati adalah bagian dari kenyataan kepemimpinan yang tidak hidup dalam takut akan Tuhan. Namun, Allah juga menyediakan anugerah bagi pemimpin yang mau bertobat dan setia menjalankan amanah-Nya.

Karena itu, pemimpin tidak dituntut sempurna, melainkan jujur, rendah hati, dan terbuka terhadap koreksi. Jabatan bukan tujuan, tetapi alat untuk melayani. Inilah esensi integritas kepemimpinan: menyadari posisi sebagai pelayan, bukan penguasa.

Teladan Masa Kini

Di tengah dinamika kepemimpinan saat ini, Dedi Mulyadi—mantan Bupati Purwakarta—menjadi contoh menarik. Ia dikenal dekat dengan rakyat, menyapa warga secara langsung tanpa protokol kaku. Ia menjalankan kebijakan yang berbasis kasih dan pemberdayaan, mulai dari program sosial hingga pelestarian budaya dan lingkungan.

Gaya kepemimpinannya mencerminkan nilai-nilai Kristiani: melayani dengan rendah hati, setia pada amanah, dan mengutamakan kepentingan rakyat. Meski tidak sempurna, ia membuktikan bahwa nilai-nilai spiritual dapat diwujudkan dalam tindakan nyata di ruang publik.

Integritas dari Pusat hingga Desa

Dalam terang Alkitab, tidak ada ruang kehidupan yang netral dari tuntutan moral. Politik dan pemerintahan pun berada di bawah kedaulatan Tuhan. Karena itu, nilai-nilai seperti keadilan, belas kasih, integritas, dan kerendahan hati harus menjadi dasar setiap tingkatan kepemimpinan—dari istana hingga balai desa.

Kepala desa, sebagai garda terdepan pemerintah, adalah wajah negara di mata rakyat. Tanggung jawab moral mereka sama pentingnya dengan pejabat pusat. Bila nilai-nilai luhur ini dihidupi dari atas ke bawah, kita akan melihat lahirnya kepemimpinan yang menyembuhkan, bukan menyakiti.

Harapan bagi Bangsa

Kisah Yoas, Yosia, dan Daud menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati lahir dari kehidupan yang tunduk kepada kehendak Allah. Kekuasaan bukan hak, melainkan kepercayaan besar yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban.

Kita rindu lebih banyak pemimpin Indonesia—dari presiden hingga kepala desa—yang memimpin dengan hati yang takut akan Tuhan, tulus melayani rakyat, dan berani bertobat ketika menyimpang. Dari ruang rapat kementerian hingga balai desa di pelosok, mari kita bangun kepemimpinan yang berakar pada iman, menyatu dengan nurani, dan teguh menjaga integritas.@

***

Scroll to Top