Menteri Hukum: Memutar Lagu di Ruang Komersial Kena Royalti

Politikus Partai Gerindra Supratman Andi Agtas saat dilantik menjadi Menteri Hukum
Politikus Partai Gerindra Supratman Andi Agtas saat dilantik menjadi Menteri Hukum

Jakarta | EGINDO.com – Pemutaran lagu di ruang komersial akan dikenakan royalti. Ini berlaku bukan hanya lagu dalam negeri saja, melainkan lagu internasional. Hal itu dikatakan Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas dalam konferensi pers yang dikutip EGINDO.com dari Youtube Kementerian Hukum RI pada Rabu (6/8/2025).

“Mau putar lagu luar negeri, mau putar lagu dalam negeri, sama saja. Karena itu ketentuan internasional, kita tergabung dalam World Intellectual Property Organization (WIPO),” ujarnya.

Dijelaskan Supratman, saat menghadiri General Assembly di Jenewa, Swiss, Kementerian Hukum (Kemenkum) mengusulkan Protokol Jakarta. Menurutnya, ini agar platform-platform penyedia musik internasional turut membayar royalti. Kementerian Hukum lagi mengusulkan yang namanya Protokol Jakarta. “Kita lagi mau bersama-sama supaya platform-platform internasional itu juga membayar royalti yang sama kepada kita, pencipta, semua sama,” katanya.

Supratman menambahkan, kekayaan intelektual seperti lagu ciptaan memiliki nilai keekonomia untuk itu negara harus menghargai hal tersebut. “Intinya sekarang kita lagi berjuang, jadi kekayaan intelektual itukan baik itu ciptaan atau yang lain tentu ada nilai keekonomiannya dan itu harus kita hargai,” tandasnya.

Sementara itu sebelumnya dalam keterangan resmi, Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, Kemenkum, Agung Damarsasongko pada dalam keterangan resmi, Senin 28 Juli 2025 mengatakan, pelaku usaha telah berlangganan layanan seperti Spotify, YouTube Premium, Apple Music atau layanan streaming lainnya. Layanan streaming bersifat personal, ketika musik diperdengarkan kepada publik di ruang usaha, itu sudah masuk kategori penggunaan komersial, sehingga dibutuhkan lisensi tambahan melalui mekanisme yang sah.

Agung mengatakan pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sesuai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

LMKN bertugas menghimpun dan mendistribusikan royalti kepada para pencipta dan pemilik hak terkait. Skema ini memastikan transparansi dan keadilan bagi seluruh pelaku industri musik, serta memudahkan pelaku usaha karena tidak perlu mengurus lisensi satu per satu dari setiap pencipta lagu. “Hal ini memberikan keseimbangan agar pencipta atau pemilik hak terkait musik/lagu mendapatkan hak ekonominya, serta pengguna merasa nyaman dalam berusaha atau menggunakan lagu,” ujarnya.

Agung juga menanggapi kekhawatiran sebagian pelaku usaha yang menyatakan akan memblokir pemutaran lagu-lagu Indonesia demi menghindari pembayaran royalti. Menurutnya, itu justru akan melemahkan ekosistem musik lokal dan tidak memberikan apresiasi kepada pencipta/pemegang hak cipta.@

Bs/timEGINDO.com

Scroll to Top