Jakarta|EGINDO.co Momen 17 Agustus 1945 menandai puncak perjalanan panjang bangsa Indonesia menuju kemerdekaan. Keberhasilan ini bukan hanya hasil spontanitas, melainkan buah koordinasi, diskusi, dan perjuangan para tokoh yang dimulai jauh sebelumnya.
1. Lahirnya BPUPKI (29 April 1945)
Pada 29 April 1945, pemerintah pendudukan Jepang menginisiasi pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dipimpin oleh KRT Radjiman Wedyodiningrat, dengan anggota dari berbagai kalangan. Sidang pertama BPUPKI, berlangsung antara 29 Mei hingga 1 Juni, menghasilkan rumusan dasar negara. Pada 1 Juni, Soekarno memperkenalkan Pancasila sebagai dasar ideologi bangsa.
2. Transisi ke PPKI (7 Agustus 1945)
Setelah dianggap menyelesaikan tugas-tugasnya, BPUPKI dibubarkan dan digantikan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Inkai pada 7 Agustus. PPKI dibawah kepemimpinan Soekarno sebagai ketua dan Muhammad Hatta sebagai wakil, dengan anggota awal 21 orang yang kemudian bertambah menjadi 27 orang dari berbagai daerah dan golongan.
3. Kekalahan Jepang & Dampak Bom Atom
Dalam waktu bersamaan, Jepang mengalami kekalahan dalam Perang Asia Timur Raya, diperparah oleh bom atom yang dijatuhkan AS di Hiroshima (6 Agustus) dan Nagasaki (9 Agustus). Serangan tersebut melemahkan Jepang secara militer dan moral, memicu urgensi proklamasi kemerdekaan dari dalam negeri.
4. Penyerahan Jepang & Vacuum Kekuasaan
Jepang secara resmi menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 14 Agustus, disusul pengumuman Kaisar Hirohito keesokan harinya. Keadaan ini menciptakan kekosongan kekuasaan (power vacuum) di Indonesia, yang dimanfaatkan tokoh nasional untuk segera menyatakan kemerdekaan bangsa.
5. Benturan Golongan Muda & Tua
Jelang proklamasi, timbul ketegangan antara golongan muda dan tua. Golongan muda — seperti Sutan Sjahrir — mendesak agar proklamasi dilakukan segera tanpa melibatkan Jepang. Sebaliknya, golongan tua seperti Soekarno-Hatta memilih pendekatan lebih hati-hati dan berbasis legal formal melalui PPKI. Perbedaan ini mengarah pada titik kritis peristiwa berikutnya.
6. Rengasdengklok & Perumusan Naskah Proklamasi
Pada dini hari 16 Agustus 1945, golongan muda memindahkan Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok, Karawang, agar mereka terlepas dari pengaruh Jepang dan segera menyusun proklamasi. Tujuan utama: mempercepat kemerdekaan tanpa campur tangan Jepang.
Setelah mediasi oleh Ahmad Soebardjo dan Laksamana Maeda, mereka kembali ke Jakarta malam harinya. Naskah proklamasi akhirnya ditulis oleh Bung Karno, dibantu Moh. Hatta dan Ahmad Soebardjo, lalu diketik oleh Sayuti Melik di rumah Laksamana Maeda.
7. Pembacaan Proklamasi (17 Agustus 1945)
Keesokan paginya, tepat pada Jumat, 17 Agustus 1945, teks proklamasi dibacakan di rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Saat itu terbentuk Republik Indonesia yang merdeka, didirikan atas kesepakatan tokoh bangsa dan pengakuan tidak langsung atas kedaulatan rakyat Indonesia.
Menurut liputan Kompas.TV, peristiwa Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945 merupakan momen krusial yang mempercepat proses proklamasi. Golongan muda seperti Sukarni, Wikana, Aidit, dan Chairul Saleh menculik Soekarno dan Hatta agar terbebas dari pengaruh Jepang dan segera menyatakan kemerdekaan.
Pembentukan PPKI pada 7 Agustus 1945 sebagai titik balik strategis dalam proses kemerdekaan. PPKI dibentuk oleh Jepang sebagai kelanjutan BPUPKI dan menghadirkan Soekarno-Hatta sebagai pimpinan, memperkuat legitimasi nasional atas upaya kemerdekaan.
Rangkaian sejarah menuju kemerdekaan Indonesia bukanlah kisah tunggal, tetapi gabungan diplomasi, dinamika internal, dan strategi para tokoh bangsa dalam menghadapi kekuatan penjajah. Dari pembentukan BPUPKI hingga proklamasi 17 Agustus, semua berjalan atas kolaborasi, keberanian, dan tekad untuk mewujudkan kemerdekaan sejati.
Sumber: rri.co.id/Sn