Analisis Geosemburan Akibat Pengeboran Dangkal di Desa Rianiate Indikasi Jalur Outflow Sistem Panas Bumi Pintu Batu, Kabupaten Samosir

Dr. Wilmar Eliaser Simandjorang, Dipl._Ec., M.Si
Dr. Wilmar Eliaser Simandjorang, Dipl._Ec., M.Si

Oleh: Dr. Wilmar Eliaser Simandjorang, Dipl.Ec., M.Si

Fenomena semburan lumpur berbau belerang yang terjadi di Desa Rianiate, Kabupaten Samosir, telah menimbulkan kekhawatiran di masyarakat. Berdasarkan observasi dan penelitian awal, semburan ini diduga merupakan dampak dari pengeboran air tanah dangkal oleh warga, yang memotong jalur keluar (outflow) sistem panas bumi aktif di Pintu Batu, Desa Simbolon, yang berjarak sekitar 2 kilometer.

Permasalahan dan Tujuan Kajian

Pengeboran hingga kedalaman sekitar 60 meter menghasilkan semburan lumpur berbau belerang. Fenomena serupa juga pernah tercatat di hilir mata air panas Pintu Batu, mengindikasikan keterhubungan sistem hidrologi-geotermal regional. Dampak yang muncul meliputi perubahan struktur tanah, kematian hewan, dan gangguan tekanan bawah tanah.

Kajian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan semburan dengan sistem panas bumi, menilai risiko lingkungan akibat pengeboran tanpa kajian teknis, serta memberikan rekomendasi mitigasi berbasis geologi lingkungan.

Observasi Lapangan dan Fakta Terkini

Pada tanggal 31 Juli 2025 sore hari, penggiat lingkungan Wilmar Eliaser Simandjorang melakukan inspeksi lapangan dan melaporkan bahwa semburan lumpur sudah berhenti, namun suara aktivitas fluida atau gas masih terdengar dari lubang bekas pengeboran. Pihak berwenang telah memasang garis pembatas (policeline) untuk menjaga keamanan masyarakat.

Selain itu, fenomena gelombang air panas juga ditemukan di Pantai Ruma Holi dan Pantai Aek Rangat Pusuk Buhit, Kecamatan Pangururan, yang menunjukkan keberadaan sistem panas bumi aktif yang mempengaruhi ekosistem pesisir di kawasan tersebut.

Analisis Geologi dan Pendapat Ahli

Menurut Prof. Mega dari Fakultas Geografi UNPAD, lokasi semburan diduga merupakan jalur keluar fluida panas bumi dari reservoir geothermal aktif Pintu Batu. Pengeboran warga kemungkinan memotong jalur rekahan batuan yang menjadi koridor fluida bertekanan tinggi, menyebabkan semburan lumpur dan air dingin bercampur gas belerang (H₂S) dalam kadar rendah.

Litologi daerah terdiri dari batuan sedimen muda dan tuf vulkanik yang mudah teralterasi, sehingga lumpur bercampur gas belerang mudah terbawa ke permukaan. Prof. Mega menekankan pentingnya survei lanjutan untuk mengukur suhu, komposisi lumpur dan gas, serta memetakan jalur aliran fluida dan risiko ekologis.

Dampak dan Potensi Bahaya

Fenomena ini membawa risiko kecelakaan akibat semburan tiba-tiba, gangguan kesehatan masyarakat dan fauna akibat paparan gas beracun, serta kerusakan lingkungan seperti kontaminasi tanah dan perubahan kualitas air tanah. Masyarakat juga melaporkan kematian burung di lokasi lumpur, mengindikasikan akumulasi gas beracun yang berbahaya bagi fauna lokal.

Edukasi dan Himbauan untuk Publik

Penulis mengajak masyarakat dan pengguna media sosial untuk mengunduh dan menyebarkan informasi yang valid, berdasarkan fakta ilmiah, bukan tafsiran atau berita yang belum diverifikasi. Fenomena ini bukan “kemarahan alam” secara mistis, melainkan dampak nyata dari gangguan ekosistem akibat aktivitas manusia seperti pengeboran tanpa kajian teknis dan pengelolaan lingkungan yang kurang.

Himbauan Tegas kepada Pemerintah

Wilmar Eliaser Simandjorang mengingatkan pemerintah agar tidak menjadikan peristiwa semburan lumpur ini sebagai kambing hitam atau pembenaran kerusakan ekosistem di Kawasan Danau Toba sebagai akibat peristiwa alam semata. Kerusakan yang terjadi adalah akibat ulah manusia, khususnya pengeboran tanpa kajian teknis dan pengelolaan lingkungan yang memadai. Pemerintah diharapkan mengambil kebijakan yang fokus pada pengendalian dan pengawasan aktivitas manusia, serta meningkatkan edukasi, sosialisasi, dan penegakan hukum agar kejadian serupa tidak terulang dan ekosistem Danau Toba tetap lestari.

Rekomendasi Ilmiah dan Tindak Lanjut

  1. Survei geolistrik dan georadar untuk memetakan struktur bawah permukaan.
  2. Analisis kimia lumpur dan gas (H₂S, CO₂, mineral).
  3. Pengukuran suhu, tekanan, dan pH air secara berkala.
  4. Survei ekotoksikologi untuk mengkaji dampak pada flora dan fauna.
  5. Sosialisasi risiko pengeboran tanpa kajian teknis di area geothermal.
  6. Koordinasi dengan instansi terkait, termasuk ESDM dan Dinas Lingkungan Hidup Sumatera Utara.
  7. Pembuatan peta zonasi geologi dan risiko di Desa Rianiate dan sekitarnya.

Kesimpulan

Fenomena semburan lumpur dan air dingin berbau belerang di Desa Rianiate adalah kejadian yang dipicu oleh pengeboran dangkal yang memotong jalur keluar sistem panas bumi aktif di Pintu Batu. Walau semburan fisik telah berhenti, aktivitas fluida bawah tanah masih berlangsung.

Fenomena ini berkaitan erat dengan sistem panas bumi aktif yang juga mempengaruhi ekosistem pesisir sekitar Danau Toba. Kesadaran dan edukasi masyarakat sangat diperlukan agar informasi yang beredar valid dan upaya mitigasi dapat dilaksanakan dengan tepat. Kerusakan ekosistem Danau Toba harus diakui sebagai akibat aktivitas manusia yang perlu segera diperbaiki, bukan hanya sebagai akibat peristiwa alam semata.

Referensi:

  • Observasi lapangan dan komunikasi Wilmar Eliaser Simandjorang, 31 Juli 2025
  • Pendapat Prof. Mega, Fakultas Geografi UNPAD Geopark
  • Informasi masyarakat setempat terkait fenomena geothermal Pintu Batu dan sekitarnya

***

Penulis adalah Ketua Pusat Studi Geopark Indonesia / Penggiat Lingkungan

 

Scroll to Top