Washington | EGINDO.co – Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada hari Rabu (9 Juli) mengumumkan tarif baru sebesar 50 persen untuk tembaga yang akan dimulai pada 1 Agustus dalam upaya untuk mendorong pembangunan domestik industri yang penting bagi pertahanan, elektronik, dan otomotif.
Langkah ini menandai yang terbaru dari serangkaian tarif sektoral yang diberlakukan Trump terhadap industri seperti baja dan aluminium yang menurut para ekonom akan meningkatkan biaya bagi konsumen Amerika.
Trump mengisyaratkan pada hari Selasa bahwa ia akan mengenakan tarif baru untuk tembaga, yang mendorong harga tembaga berjangka Comex AS ke rekor tertinggi.
Gedung Putih memerintahkan penyelidikan Pasal 232 terhadap impor tembaga pada bulan Februari, menggunakan undang-undang yang memberi presiden wewenang untuk mengenakan tarif yang lebih tinggi berdasarkan alasan keamanan nasional.
Trump mengatakan pada hari Rabu bahwa ia menerima penilaian keamanan nasional yang “kuat” yang menyimpulkan bahwa tarif diperlukan untuk melindungi produksi AS atas komoditas yang penting di berbagai industri.
“Tembaga diperlukan untuk Semikonduktor, Pesawat, Kapal, Amunisi, Pusat Data, Baterai Litium-ion, Sistem Radar, Sistem Pertahanan Rudal, dan bahkan Senjata Hipersonik, yang banyak sedang kami bangun,” kata Trump dalam sebuah unggahan di Truth Social.
AS bergantung pada impor untuk hampir setengah dari kebutuhan tembaga olahannya, dan mengimpor 810.000 metrik ton pada tahun 2024, menurut Survei Geologi AS.
Negara-negara yang diperkirakan paling terdampak tarif ini adalah Chili, Kanada, dan Meksiko, yang merupakan pemasok utama tembaga olahan, paduan tembaga, dan produk tembaga ke AS pada tahun 2024, menurut data Biro Sensus AS.
Chile, Kanada, dan Peru telah memberi tahu pemerintah bahwa impor dari negara mereka tidak mengancam kepentingan AS dan tidak seharusnya dikenakan tarif. Ketiga negara tersebut memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan AS.
Tarif yang tinggi ini dirancang untuk mendorong produksi di AS. Lebih dari dua pertiga tembaga negara itu ditambang di Arizona, tempat pengembangan tambang besar baru yang direncanakan oleh Rio Tinto dan BHP telah terhenti selama lebih dari satu dekade.
Sumber : CNA/SL