Sri Mulyani: Utang Negara Capai Rp10.269 Triliun, Neraca Keuangan Tetap Sehat

Ilustrasi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
Ilustrasi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati

Jakarta|EGINDO.co  Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan bahwa total kewajiban utang pemerintah pusat per akhir tahun anggaran 2024 mencapai Rp10.269 triliun. Meski angka ini menunjukkan besarnya beban finansial negara, ia menegaskan bahwa posisi keuangan nasional masih terjaga dalam kondisi sehat.

“Per 31 Desember 2024, neraca pemerintah menunjukkan total aset mencapai Rp13.692,4 triliun, kewajiban Rp10.269 triliun, dan ekuitas atau kekayaan bersih negara sebesar Rp3.423,4 triliun,” ujar Sri Mulyani saat menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN 2024 dalam Sidang Paripurna DPR RI pada Selasa (1/7).

Pernyataan ini juga tercantum dalam dokumen Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2024 yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Menurut Menkeu, nilai ekuitas tersebut mencerminkan kekuatan fiskal Indonesia untuk tetap tangguh dalam menghadapi tekanan eksternal dan ketidakpastian global, termasuk perlambatan ekonomi dunia dan ketegangan geopolitik yang masih berlangsung.

Saldo Anggaran Lebih (SAL) Turun Tipis, Tetap Jadi Cadangan Fiskal

Sri Mulyani juga mengungkapkan bahwa posisi Saldo Anggaran Lebih (SAL) per akhir 2024 berada pada angka Rp457,5 triliun, sedikit menurun dari posisi awal tahun sebesar Rp459,5 triliun. Penurunan ini terjadi akibat pemanfaatan SAL untuk menutup pembiayaan belanja negara.

Meski mengalami penurunan, ia memastikan SAL masih berada pada level yang memadai untuk berfungsi sebagai bantalan fiskal menghadapi ketidakpastian ekonomi di masa mendatang.

“Fungsi SAL sebagai penyangga fiskal tetap efektif dalam menjaga stabilitas keuangan negara,” tegasnya.

Pendapatan Negara vs Pengeluaran Operasional

Dalam laporannya, Sri Mulyani memaparkan bahwa total pendapatan negara sepanjang 2024 tercatat sebesar Rp3.115,3 triliun. Sementara itu, total beban operasional mencapai Rp3.353,6 triliun. Selisih antara keduanya menghasilkan defisit operasional sebesar Rp238,3 triliun.

Namun, adanya surplus dari aktivitas non-operasional sebesar Rp22,7 triliun berhasil menekan defisit tersebut, sehingga defisit operasional bersih tercatat menjadi Rp215,7 triliun.

Investasi Strategis Jangka Panjang, Arus Kas Negatif Dimaklumi

Lebih lanjut, Sri Mulyani menjelaskan bahwa arus kas dari aktivitas investasi negara mencatatkan nilai negatif. Hal ini, menurutnya, merupakan konsekuensi dari kebijakan pemerintah yang terus mendorong investasi produktif untuk percepatan pembangunan ekonomi.

“Negatifnya arus kas investasi mencerminkan komitmen pemerintah dalam pembangunan infrastruktur dan penguatan ekonomi jangka panjang,” ungkapnya.

Dalam penelusuran Kompas.com dan CNBC Indonesia, defisit ini masih berada dalam koridor aman sesuai Undang-Undang Keuangan Negara yang membatasi defisit fiskal maksimal 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Adapun rasio utang terhadap PDB Indonesia hingga akhir 2024 juga masih terkendali di bawah 40%, lebih rendah dibandingkan banyak negara G20.

Catatan Akhir

Para ekonom menilai, meskipun utang meningkat, keseimbangan fiskal Indonesia tetap terjaga berkat pengelolaan APBN yang disiplin serta strategi pembiayaan yang berhati-hati. Keberadaan SAL dan penguatan ekuitas negara dipandang menjadi modal penting dalam menghadapi ketidakpastian global ke depan.

Sumber: Bisnis.com/Sn

Scroll to Top