Jakarta|EGINDO.co Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Bimo Wijayanto, menegaskan bahwa penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak akan berdampak terhadap harga barang kebutuhan pokok maupun jasa strategis yang banyak digunakan masyarakat.
Hal tersebut disampaikan Bimo dalam sidang lanjutan perkara uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang digelar di Mahkamah Konstitusi pada Rabu (25/6/2025).
“Berapa pun besar kenaikan tarif PPN, tidak akan memengaruhi harga barang kebutuhan dasar seperti sembako, serta layanan pendidikan, kesehatan, dan transportasi umum, karena penyerahan barang dan jasa tersebut dibebaskan dari pengenaan PPN,” ujar Bimo di hadapan Majelis Hakim.
Ia menjelaskan, perubahan Pasal 4A dalam UU PPN yang mengelompokkan jenis barang dan jasa sebagai Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) tidak serta-merta menambah beban pajak bagi masyarakat. Sebab, pemerintah tetap memberikan fasilitas pembebasan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 16B undang-undang yang sama.
Menurutnya, revisi aturan ini justru memberikan ruang bagi pemerintah untuk membedakan antara kebutuhan pokok masyarakat dan barang-barang mewah. Ia mencontohkan, beras Basmati dan daging Wagyu tidak seharusnya diperlakukan sama dengan beras lokal atau daging sapi biasa yang dikonsumsi masyarakat umum.
Sebagai informasi, pengajuan uji materi terhadap UU HPP dilakukan oleh sejumlah pihak dari berbagai latar belakang, termasuk ibu rumah tangga, pelaku UMKM, serta pekerja sektor informal. Mereka menilai ketentuan perpajakan dalam undang-undang tersebut memberatkan kalangan masyarakat kecil.
Menanggapi keberatan para pemohon terhadap kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 12 persen, Bimo menuturkan bahwa keputusan tersebut diambil berdasarkan kebutuhan fiskal nasional dan telah melalui proses kajian akademik yang komprehensif.
Ia menyebutkan, peningkatan tarif PPN sebesar 1 persen diperkirakan dapat menambah penerimaan negara sekitar 0,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Lebih lanjut, Bimo juga menjelaskan bahwa perubahan Pasal 7 ayat (3) dan (4) dalam UU HPP justru memperkuat posisi DPR dalam menetapkan tarif PPN. “Ini sejalan dengan asas no taxation without representation sebagaimana tercantum dalam Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945,” pungkasnya.
Sumber: Tribunnews.com/Sn