Target Penerimaan Pajak 2025 Terancam, Pembentukan BPN Masih Belum Jadi Fokus Pemerintah

Ilustrasi
Ilustrasi

Pemerintah tengah dihadapkan pada tantangan berat dalam mencapai target penerimaan pajak tahun anggaran 2025. Hal ini seiring dengan melemahnya kinerja perpajakan serta belum adanya kejelasan mengenai pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) yang sebelumnya diwacanakan sebagai bagian dari reformasi kelembagaan fiskal nasional.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa hingga akhir Mei 2025, penerimaan pajak yang berhasil dikumpulkan baru mencapai Rp683,3 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 31,2% dari target yang ditetapkan dalam APBN 2025 sebesar Rp2.189,3 triliun. Capaian ini juga tercatat menurun 10,13% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2024 yang mencapai Rp760,38 triliun.

“Penerimaan pajak hingga Mei tahun ini berada di angka Rp683,3 triliun,” ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa edisi Juni 2025, yang berlangsung di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, pada Selasa (17/6/2025).

Secara total, penerimaan perpajakan yang mencakup pajak, bea, dan cukai hingga Mei 2025 tercatat sebesar Rp806,2 triliun atau 32,4% dari target total APBN senilai Rp2.490,9 triliun. Realisasi ini juga mengalami penurunan sebesar 7,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp869,50 triliun.

Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menjelaskan bahwa meskipun penerimaan pajak bruto tumbuh tipis sebesar 0,2% secara tahunan pada Mei 2025, penerimaan neto justru mengalami penurunan 7,4% karena meningkatnya pengajuan restitusi. “Penerimaan neto tidak mencerminkan kondisi ekonomi secara keseluruhan,” ujarnya.

Penurunan kinerja perpajakan ini menjadi tantangan awal bagi Direktur Jenderal Pajak yang baru, Bimo Wijayanto. Selain bertugas meningkatkan penerimaan pajak, ia juga harus segera membenahi gangguan teknis pada sistem inti perpajakan (Coretax) yang dinilai menjadi penghambat efektivitas pemungutan pajak.

Dalam pelantikan Bimo pada 23 Mei 2025 lalu, Sri Mulyani menyampaikan harapannya agar ia diberi waktu satu bulan untuk mempelajari kondisi aktual di internal Direktorat Jenderal Pajak (DJP). “Berikan beliau waktu satu bulan untuk menelaah data, fakta, dan kondisi riil dengan perspektif baru sebagai Dirjen Pajak,” kata Sri Mulyani.

Di sisi lain, wacana mengenai pembentukan Badan Penerimaan Negara kembali mencuat. Namun, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan bahwa pembentukan BPN belum menjadi prioritas saat ini. “Belum ada rencana, belum saya lihat, dan memang tidak ada struktur BPN yang sedang dibahas,” ujarnya kepada awak media.

Ia menjelaskan bahwa pemerintah lebih memilih memperkuat lembaga yang sudah ada, seperti Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, untuk meningkatkan kinerja dan memperbaiki sistem perpajakan nasional. “Saat ini Kementerian Keuangan fokus pada perbaikan kinerja, sistem, dan pendataan oleh Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai,” jelasnya.

Prasetyo juga menambahkan bahwa peningkatan penerimaan negara tidak semata-mata dilakukan melalui kenaikan tarif pajak. Fokus pemerintah, kata dia, adalah meningkatkan efektivitas sistem perpajakan dan menggali potensi penerimaan yang belum dimaksimalkan.

Dengan masih jauhnya capaian dari target serta banyaknya tantangan internal yang harus diselesaikan, rencana pembentukan BPN tampaknya belum akan terealisasi dalam waktu dekat. Pemerintah kini harus bekerja lebih cepat dan cermat dalam memaksimalkan peran institusi yang sudah ada guna memenuhi target penerimaan negara tanpa membebani masyarakat.

Sumber: Bisnis.com/Sn

Scroll to Top