Jakarta | EGINDO.com – Pemicu pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 diproyeksikan melemah. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 dan 2026 diproyeksikan mengalami penurunan signifikan. Hal ini dipengaruhi oleh melemahnya daya beli masyarakat serta menurunnya kinerja industri nasional.
Proyeksi tersebut dipaparkan Bank Dunia dimana proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,7% untuk tahun 2025 dan 4,8% untuk tahun 2026. Angka ini lebih rendah dibandingkan laporan Global Economic Prospects (GEP) edisi Januari 2025 yang memproyeksikan pertumbuhan sebesar 5,1% untuk kedua tahun tersebut.
Bukan saja Bank Dunia akan tetapi juga Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,7% pada 2025 dan 4,8% pada 2026. Sebelumnya, pada Maret 2025, proyeksi OECD berada di angka 4,9% untuk 2025 dan 5,0% untuk 2026. Sedangkan Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,7% untuk tahun 2025 dan 2026, turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 5,1%.
Sementara itu Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyampaikan bahwa kebijakan ekonomi pemerintah saat ini tidak jauh berbeda dengan periode sebelumnya. Menurutnya, pendekatan pembangunan masih berada dalam jalur yang sama. Katanya data dari S&P yang menunjukkan bahwa sektor industri mengalami tekanan dalam beberapa bulan terakhir. Indikator Purchasing Managers’ Index (PMI) Indonesia pada April 2025 tercatat sebesar 46,7 dan sedikit meningkat menjadi 47,4 pada Mei 2025. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan capaian Maret 2025 yang mencapai 52,4. “PMI di bawah 50 menunjukkan bahwa sektor manufaktur mengalami kontraksi, tanpa ekspansi produksi,” kata Huda menegaskan.
Menurutnya, sektor industri belum menunjukkan peningkatan produksi domestik. Hal ini menandakan bahwa utilitas industri akan terus menurun seiring dengan lemahnya permintaan, baik dari pasar domestik maupun internasional. Tidak adanya ekspansi berarti tidak ada tambahan produksi dari industri manufaktur dalam negeri. Sektor tekstil dan produk tekstil menjadi salah satu yang paling terdampak. Tingkat utilisasi di sektor ini diperkirakan bisa turun di bawah 50%, yang berisiko menimbulkan pengurangan tenaga kerja secara signifikan.@
Bs/timEGINDO.com