Medan | EGINDO.com – Penerapan kebijakan sekolah lima hari untuk SMA,SMK dan SLB tahun ajaran 2025-2026 oleh Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Bobby Nasution menuai ragam kritik dari masyarakat. Karena kebijakan ini belum memiliki konsep yang jelas. Direktur MATA Pelayanan Publik Abyadi Siregar menilai kebijakan ini sangat lucu karena tidak berorientasi peningkatan kualitas pendidikan di Sumut.
Adapun dalam kebijakan ini proses belajar bakal diliburkan pada hari Sabtu dan Minggu. Jam belajar bakal dipadatkan di hari Senin-Jumat sehingga waktu pulang lebih lama. Kemudian hari Sabtu dan Minggu para pelajar akan lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga. Hal ini diharapkan memperkuat pengawasan orang tua dan membangun karakter anak sejak dini.
Program lima hari sekolah ini juga diklaim sebagai upaya mencegah aksi tawuran, Geng motor dan narkoba. Mirisnya lagi program ini juga diyakini bisa meningkatkan pariwisata dan UMKM di Sumut. “Kayaknya Pak Bobby ingin membuat kebijakan popular seperti Dedy Mulyadi di Jawa Barat. Sayangnya, kebijakan ini tidak menarik. Apalagi alasannya sangat lucu,” kata Abyadi.
Mantan Kepala Ombudsman Sumut ini mengatakan, memang dalam otonomi daerah, pemerintah daerah provinsi memiliki kewenangan mengatur soal pendidikan. Tapi jangan menafsirkan kewenangan itu secara kebablasan. Perlu kajian matang dengan melibatkan semua stakeholder.
Dia mengatakan, MATA Pelayanan Publik yang konsern terhadap pelayanan publik menilai kebijakan ini sangat asal-asalkan dalam menerapkan program. “Saya membaca, alasan penerapan sekolah lima hari itu, di antaranya agar murid lebih banyak waktu bersama orang tua. Alasan lebih lucu lagi, akan berdampak kepada pariwisata Sumut,” ujarnya.
Menurut Abyadi, kedua alasan itu tidak menggambarkan upaya mendorong peningkatan kualitas pendidikan Sumut. Tidak bagian dari upaya mendorong murid lebih giat belajar. Bukan juga bagian dari upaya mencerdaskan generasi bangsa. Tapi justru mendorong murid lebih banyak santai dan bermain. Abyadi mengatakan, sebetulnya orang tua itu berharap waktu anak-anak lebih banyak di sekolah. Dengan begitu, keseharian waktu anak-anak akan lebih terkontrol dan terarah. Karena berada di lingkungan sekolah dan dalam pengawasan guru. Dengan sekolah hanya lima hari, itu artinya waktu anak-anak lebih banyak bermain, santai dan keluyuran bersama teman-temannya.
Abyadi menilai alasan sekolah lima hari ini untuk memberi dampak terhadap pariwisata Sumut. Narasi tersebut dinilai sangat kontradiksi dengan tujuan utama pendidikan. Untuk itu Abyadi Siregar meminta agar Gubernur Sumut mengkaji ulang kebijakan ini sebelum dituangkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub). Dia juga meminta agar Dinas Pendidikan Sumut harus segera mengambil inisiatif. Undang semua skateholder pendidikan.@
Rel/timEGINDO.com