Kembali Gelombang PHK Industri Media, Pekerja Menuntut Transparansi

phk
PHK Jurnalis

Jakarta | EGINDO.com – Kembali gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) pada pekerja media terjadi pada sejumlah perusahaan media nasional maupun media lokal. Hal itu diungkapkan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia usai bertemu dengan Menteri Tenaga Kerja Yassierli dan dalam pertemuan tersebut menyatakan komitmennya mengawal kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor media serta menyatakan kesiapannya menerima laporan terkait dengan upah jurnalis yang di bawah UMR, sistem kemitraan yang melanggar Undang-Undang dan juga soal union busting

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, ada ratusan pekerja media yang terkena PHK dalam beberapa bulan terakhir dan kebanyakan tidak mendapat pemenuhan hak sesuai dengan aturan. Sejumlah media arus utama yang melakukan pengurangan karyawan berdalih, PHK dilakukan karena penurunan pendapatan iklan dan perubahan strategi bisnis.

Namun, proses PHK kerap tidak dibarengi dengan transparansi, dialog yang memadai dengan pekerja, maupun pemenuhan hak-hak normatif pekerja sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Ada media yang melakukan union busting atau melakukan pemberangusan serikat pekerja karena memperjuangkan hak-hak pekerja. “Banyak pekerja diberhentikan secara tiba-tiba, tanpa kompensasi layak, pesangon yang sesuai aturan dan tanpa ruang negosiasi,” kata Ketua AJI Indonesia Nani Afrida.

Katanya, marak PHK memunculkan kekhawatiran terhadap keberlangsungan jurnalisme berkualitas di Indonesia. Pekerja media yang tersisa akan menghadapi beban kerja berlebih, ketidakpastian status kerja, dan minimnya perlindungan sosial. Kondisi ini berpotensi mengancam independensi media dalam mengawal demokrasi. Temuan, banyak perusahaan media yang menerapkan sistem kontrak bertahun-tahun, bahkan tanpa perjanjian kerja. Kemudian juga muncul sistem kerja kemitraan, yang menempatkan jurnalis tidak lagi profesional, tetapi dibayar berdasarkan iklan yang masuk.

Menurut Nani Afrida masih banyak jurnalis atau pekerja media yang dibayar dibawah UMR (upah minimum regional). Padahal seorang jurnalis seharusnya mendapatkan upah layak di atas UMR. Maka direvisi UU, perlu kembali memasukkan upah sektoral, agar beberapa profesi seperti jurnalis, tenaga kesehatan, guru/dosen mendapatkan upah yang layak.

Untuk itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dan Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI) menyampaikan tiga tuntutan utama ke pemerintah yakni memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses PHK, sesuai ketentuan hukum ketenagakerjaan dan prinsip keadilan sosial.

Mengawasi ketat pada perusahaan media atas dipenuhinya hak normatif pekerja media, termasuk upah layak, pesangon, tunjangan, hak atas asuransi (seperti BPJS Kesehatan maupun Ketenagakerjaan), dan hubungan kerja sesuai UU.@

Bs/timEGINDO.com

Scroll to Top