Jakarta|EGINDO.co Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Meskipun sempat dibuka menguat di posisi 7.071, IHSG justru berbalik arah dan melemah pada perdagangan hari ini.
Pada penutupan perdagangan Senin kemarin, IHSG tercatat turun cukup dalam sebesar 1,54 persen. Pelemahan ini turut diiringi oleh aliran dana keluar dari investor asing, yang tercermin dari aksi jual bersih senilai Rp2,73 triliun.
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Arya Wisnubroto, menyampaikan bahwa IHSG berpeluang bergerak dalam pola konsolidasi pada perdagangan hari ini. Menurutnya, meskipun tren jangka menengah IHSG masih menunjukkan kecenderungan positif, tekanan dalam jangka pendek tetap membayangi.
“IHSG saat ini berada dalam tekanan jangka pendek, meskipun arah jangka menengahnya masih positif,” ujar Rully.
Adapun level support IHSG berada pada kisaran 7.042 hingga 7.024, sedangkan level resistansi diperkirakan berada di rentang 7.097 hingga 7.160.
Lebih lanjut, Rully menjelaskan bahwa sejumlah data ekonomi terkini menunjukkan bahwa perekonomian nasional masih menghadapi tekanan, khususnya pada triwulan kedua tahun ini.
Dari sisi eksternal, ketegangan perdagangan global kembali meningkat setelah mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengancam akan menaikkan tarif impor untuk produk baja dan aluminium. Ia juga menuding Tiongkok telah melanggar perjanjian dagang yang telah disepakati.
Di dalam negeri, beberapa indikator utama menunjukkan pelemahan ekonomi. Surplus neraca perdagangan Indonesia pada April turun tajam menjadi hanya USD158,8 juta—angka terendah dalam lima tahun terakhir—terutama akibat peningkatan impor.
Selain itu, indeks manufaktur atau Purchasing Managers’ Index (PMI) Indonesia masih berada di zona kontraksi selama dua bulan berturut-turut. Meski mengalami sedikit peningkatan dari 46,7 pada April menjadi 47,7 pada Mei, angka ini tetap mencerminkan lemahnya permintaan, baik di pasar global maupun domestik.
“Melihat perkembangan tersebut, kami merekomendasikan agar investor tetap berhati-hati dalam bertransaksi di pasar saham. Melemahnya data PMI serta penurunan surplus perdagangan menjadi indikator adanya risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua,” pungkas Rully.
Sumber: rri.co.id/Sn