Jakarta|EGINDO.co Nilai tukar rupiah dibuka menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (20/5/2025). Berdasarkan data Bloomberg pada pukul 09.00 WIB, rupiah menguat 0,10% ke posisi Rp16.416 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS tercatat melemah 0,02% ke level 100,40.
Pergerakan mata uang di kawasan Asia-Pasifik terpantau bervariasi. Yen Jepang melemah 0,04%, dolar Hong Kong turun 0,02%, dolar Singapura melemah 0,02%, dolar Taiwan turun 0,04%, dan won Korea Selatan melemah 0,21%. Adapun yuan China turun 0,12% dan baht Thailand melemah 0,12%.
Sebaliknya, beberapa mata uang regional mengalami penguatan, antara lain peso Filipina yang naik 0,02%, rupee India menguat 0,14%, serta ringgit Malaysia yang naik tipis 0,07%.
Mengutip laporan Reuters, dolar AS bergerak mendatar pada hari ini setelah mengalami pelemahan selama sepekan terakhir. Tekanan terhadap dolar dipicu oleh sikap hati-hati bank sentral AS (The Federal Reserve) terhadap prospek perekonomian, serta meningkatnya kekhawatiran pasar atas kondisi fiskal pemerintah AS.
Pada perdagangan sebelumnya, Senin (19/5/2025), dolar AS mengalami tekanan jual yang cukup besar menyusul keputusan lembaga pemeringkat Moody’s yang menurunkan peringkat utang pemerintah AS karena kekhawatiran atas defisit fiskal yang terus membengkak. Saat ini, perhatian pasar tertuju pada pemungutan suara di Kongres terkait rencana pemotongan pajak secara besar-besaran yang diusulkan oleh Presiden AS Donald Trump.
Rencana kebijakan fiskal Trump diperkirakan akan menambah beban utang negara antara US$3 triliun hingga US$5 triliun. Sementara itu, Moody’s telah mencabut peringkat kredit tertinggi pemerintah AS karena meningkatnya kekhawatiran terhadap total utang AS yang kini telah mencapai US$36,2 triliun.
Di sisi lain, Presiden Federal Reserve Atlanta, Raphael Bostic, menyatakan bahwa bank sentral kemungkinan hanya akan memangkas suku bunga sebanyak 25 basis poin sepanjang sisa tahun ini, mengingat masih tingginya risiko inflasi yang dipicu oleh kenaikan tarif impor.
“Penurunan peringkat oleh Moody’s bersifat simbolis, tetapi mencerminkan kenyataan bahwa defisit dan beban bunga AS akan terus meningkat, dan penerbitan obligasi pemerintah (Treasury) diperkirakan melonjak pada tahun 2026,” ujar Chris Weston, Kepala Riset Pepperstone.
Ketidakpastian terkait arah kebijakan perdagangan, lonjakan utang pemerintah, serta menurunnya keyakinan pasar terhadap daya tahan ekonomi AS telah membebani performa aset-aset berbasis dolar. Sejak Januari 2025, indeks dolar AS telah turun hingga 10,6% — menjadi salah satu penurunan paling tajam dalam periode tiga bulan terakhir.
Sumber: Bisnis.com/Sn