Pidana Denda Pelanggaran Lalu Lintas Ditentukan oleh Pengadilan

IMG_20250214_210358

Jakarta|EGINDO.co Budiyanto, seorang pemerhati masalah transportasi dan hukum, menegaskan bahwa banyak masyarakat yang keliru dalam memahami besaran denda pelanggaran lalu lintas yang tercantum dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Menurutnya, angka yang tertulis dalam undang-undang merupakan ancaman denda maksimal, bukan jumlah pasti yang harus dibayarkan oleh pelanggar.

Pada praktiknya, besaran denda yang dikenakan kepada pelanggar akan ditentukan oleh hakim dalam forum pengadilan. Hakim mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk keyakinannya serta kondisi ekonomi suatu daerah atau wilayah, sebelum menetapkan keputusan. Oleh karena itu, putusan pengadilan dapat menetapkan denda sebesar ancaman maksimal atau lebih kecil dari itu. Otoritas hakim dalam menetapkan denda bersifat independen dan tidak boleh mendapatkan intervensi dari pihak mana pun.

Baca Juga :  Pelanggaran Lalu Lintas: Dasar Penindakan dan Partisipasi Masyarakat

Keputusan pengadilan mengenai pidana denda memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht). Setelah memperoleh kekuatan hukum tetap, denda tersebut dapat dieksekusi dan dimasukkan ke dalam kas negara. Eksekusi putusan denda pelanggaran lalu lintas dilakukan oleh jaksa sebagai eksekutor yang bertanggung jawab atas pelaksanaan keputusan pengadilan.

Mekanisme penyelesaian tilang dilakukan melalui acara cepat, sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam hal ini, Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya polisi lalu lintas, mencatat pelanggaran yang terjadi dan langsung mengirimkan data tersebut ke pengadilan. Proses ini tidak memerlukan berita acara, melainkan cukup dengan pencatatan oleh polisi lalu lintas untuk dimintakan penetapan putusan oleh pengadilan.

Setelah putusan pengadilan ditetapkan dan memperoleh kekuatan hukum tetap, jaksa sebagai eksekutor melaksanakan eksekusi sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta Peraturan Mahkamah Agung Nomor 12 Tahun 2016.

Baca Juga :  Hukum Pelanggaran Lalu Lintas Harus Paralel, Kegiatan Lain

Dengan demikian, mekanisme penyelesaian pelanggaran lalu lintas melibatkan tiga instansi utama, yaitu:

Polisi lalu lintas dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagai pelaksana dan penyidik pelanggaran.

Pengadilan sebagai pihak yang menetapkan besaran denda berdasarkan pertimbangan hukum dan kondisi ekonomi daerah.

Jaksa sebagai eksekutor yang melaksanakan putusan pengadilan.

Mekanisme ini memastikan bahwa putusan pidana denda terhadap pelanggaran lalu lintas dilakukan dalam forum pengadilan yang terbuka untuk umum, sehingga transparansi dan kepastian hukum dapat terjaga. Besaran denda yang diputuskan oleh hakim dapat sama dengan ancaman maksimal yang tercantum dalam undang-undang atau lebih kecil, tergantung pada pertimbangan hakim serta kondisi ekonomi daerah setempat. (Sadarudin)

Bagikan :
Scroll to Top