IHSG Diperkirakan Konsolidasi, Saham Perbankan Mengalami Tekanan

Saham Merosot
Saham Asia Merosot

Jakarta|EGINDO.co Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi akan bergerak dalam fase konsolidasi pada perdagangan hari ini, setelah mengalami penurunan tajam sebesar 2 persen pada penutupan Kamis (6/2), dan ditutup di level 6.875,54.

“IHSG mencatat penurunan terbesar dalam lebih dari empat bulan terakhir. Level 6.875 merupakan titik terendah sejak Juni tahun lalu,” ujar Chief Economist Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Arya Wisnubroto, dalam analisisnya, Jumat (7/2).

Untuk perdagangan hari ini, IHSG diperkirakan bergerak dalam kisaran 6.842 – 6.913, dengan level support di 6.800.

Sejumlah saham perbankan berkapitalisasi besar mengalami koreksi signifikan, di antaranya saham Bank Mandiri (BMRI) yang turun 7,7 persen, Bank Rakyat Indonesia (BBRI) yang melemah 4,1 persen, serta Bank Central Asia (BBCA) yang turun 1,9 persen. Saham unggulan lainnya di luar sektor perbankan, seperti Astra International (ASII) dan Telekomunikasi Indonesia (TLKM), juga mengalami penurunan masing-masing sebesar 4 persen dan 2,3 persen.

Menurut Rully, sentimen negatif di pasar salah satunya dipengaruhi oleh laporan keuangan triwulan IV-2024 Bank Mandiri (BMRI) yang menunjukkan penurunan laba sebesar 11 persen secara kuartalan. Selain itu, kondisi likuiditas semakin mengetat, yang tercermin dari rasio loan to deposit ratio (LDR) BMRI yang meningkat menjadi 98 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan 86 persen pada periode yang sama tahun sebelumnya. Kondisi ini berpotensi membatasi ruang pertumbuhan kredit ke depan dan berdampak pada kinerja perseroan.

Mirae Asset Sekuritas Indonesia juga mencatat bahwa hingga 5 Februari 2025, investor asing melakukan aksi jual bersih senilai Rp956 miliar.

Di sisi lain, data pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dirilis kemarin menunjukkan bahwa pada tahun 2024, Produk Domestik Bruto (PDB) hanya tumbuh 5,03 persen, stagnan dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya. Capaian ini juga lebih rendah dibandingkan target pemerintah sebesar 5,2 persen.

“Pemerintah menghadapi tantangan besar dalam mencapai target pertumbuhan tahun ini di tengah ketidakpastian global, termasuk perlambatan ekonomi Tiongkok, kebijakan perdagangan proteksionis Amerika Serikat, serta meningkatnya volatilitas nilai tukar rupiah,” tutup Rully.

Sumber: rri.co.id/Sn

Scroll to Top