Oleh: Drs. Shohibul Anshor Siregar, M.Si
PEMERINTAH Prabowo Subianto sangat perlu merombak Kementerian Tenaga Kerja menjadi Kementerian Pengadaan Pekerjaan. Orientasi tugasnya ditentukan untuk memastikan bahwa setiap warga negara beroleh pekerjaan sesuai tuntutan konstitusi.
Tugas pokok Kementerian Pengadaan Pekerjaan adalah mengamankan kebijakan Jaminan Pekerjaan (Job Guarantee). Intinya, negara hadir untuk menjamin pekerjaan bagi setiap warga yang menganggur dengan upah yang layak. Jika peluang kerja sesuai permintaan pasar tidak sedang terbuka, negara berkewajiban merekrut semua populasi angkatan kerja yang menganggur pada sektor last resort. Sektor ini adalah sektor terakhir yang hanya dapat disediakan oleh pemerintah karena kewajiban imperatif konstitusional.
Bukan hanya alokasi anggaran dari APBN untuk kementerian ini yang harus ditinjau Kembali agar mampu menjawab masalah, namun orang dan struktur organisasinya pun wajib diperbaharui untuk menjawab tantangan. Ini sekaligus mengajak Presiden Prabowo Subianto untuk mempertimbangkan tentang nalar utama dalam rasionalisasi pembentukan kabinet dan jumlahnya. Karena kentalnya warisan mentalitas kolonial, negara, hingga hari ini tidak pernah merasa pekerjaan untuk warga negara menjadi tanggung jawabnya. Ini tercermin dari uraian tugas dan kewajiban Kementerian Tenaga Kerja atau Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Urusannya relatif hanya menonton interaksi yang amat menyedihkan antara faktor permintaan dan penawaran tenaga kerja sambil mengadabdikannya dalam bentuk visualisasi statistik, tanpa intervensi apa pun.
Selain menonton dinamika interaktif permintaan dan penawaran dalam pasar kerja, kementerian ini pun mungkin ikut andil melalui intervensi untuk penentuan kriteria bekerja dan menganggur yang sangat tidak realistis. Juga mungkin mengintervensi badan yang bertugas menentukan garis kemiskinan yang selama ini untuk Indonesia sama sekali tidak menuntun untuk memahami masalah, apalagi untuk mendasari pengambilan kebijakan yang adil.
Perhatikan, penamaan kementerian ini (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi) juga mencerminkan wawasan negara yang diurus oleh pemerintah yang silih berganti. Transmigrasi itu relatif sudah selesai di tangan Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto. Main problems ketransmigrasian saat ini relatif hanya pada isu harmoni antara pemukim lama dengan pemukim ekskusif di lokasi transmigrasi. Padahal urusan ketenagakerjaan itu begitu sentral untuk sebuah bangsa-negara, dan jika dicita-citakan Indonesia Emas 2024, jelaslah hal itu sebuah hayal jika tanpa menjawab masalah ketenagakerjaan,
Perspektif Kolonial
Jika seorang dari Angkatan kerja baru Indonesia, katakanlah setelah ia menyelesaikan studi S1 atau bahkan S2 dan S3, ia akan berhadapan dengan kenyataan tiadanya pekerjaan untuk dirinya. Apalagi ia hanya seorang anak petani dari kampung, dan tidak memiliki seseorang yang berpengaruh pada pemerintahan. Lingkungan masyarakat yang tahu tentang kesedihan nasib lulusan S3 yang menganggur itu kerap menuduh bahwa fresh graduate ini sebetulnya adalah lulusan yang bodoh, hingga tak mampu bersaing dalam perebutan kesempatan. Dari lingkungan yang sama di Indonesia juga akan muncul tuduhan bahwa orangtuanya pelit, tidak mau menyogok pemerintah atau sektor swasta penyedia pekerjaan hingga angkatan kerja berpendidikan optimum itu tidak pernah beroleh pekerjaan.
Akibat wawsan abadi kolonial, baik pemerintah maupun Masyarakat tidak pernah tahu dan menyadari bahwa pekerjaan adalah masalah struktural. Dalam perspektif konstitusional, pekerjaan malah masuk kategori hak bagi setiap warga negara Indonesia. Pasal 27 Ayat (2) menyatakan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”
Job Guarantee
Jika interpretasi atas hak konstitusional warga berdasarkan pasal 27 ayat (2) UUD 1945 ditegakkan, maka pemerintah seharusnya fokus pada penciptaan pekerjaan dengan menjalankan kebijakan Job Guarantee sebagaimana telah diterapkan di beberapa negara di sunia. Dalam sistem ini negara menjamin pekerjaan bagi setiap warga negara yang menganggur dengan upah yang layak.
Job Guarantee adalah kebijakan yang menjamin setiap individu yang siap dan mampu bekerja akan mendapatkan pekerjaan yang layak. Konsep ini muncul sebagai solusi untuk mengatasi pengangguran, memberikan stabilitas ekonomi, dan meningkatkan kesejahteraan sosial. Pemerintah berperan sebagai “employer of last resort,” menyediakan pekerjaan di sektor publik atau proyek komunitas. Konsep ini berakar pada krisis ekonomi, terutama selama Depresi Besar di AS pada tahun 1930-an. Program New Deal yang dipimpin oleh Franklin D. Roosevelt menciptakan lapangan kerja melalui proyek-proyek publik. Sejak itu, ide JG mendapatkan perhatian kembali, terutama di tahun 1970-an.
Di Australia, program Community Development Employment Projects (CDEP) berhasil memberikan pekerjaan bagi masyarakat Aborigin melalui proyek komunitas. India menerapkan Mahatma Gandhi National Rural Employment Guarantee Act (MGNREGA), yang menjamin 100 hari kerja per tahun bagi setiap rumah tangga di desa, mengurangi kemiskinan dan meningkatkan infrastruktur.
Argentina mengimplementasikan Plan Jefes y Jefas de Hogar Desocupados setelah krisis ekonomi 2000-an, yang memberikan bantuan tunai dan pekerjaan sementara, menurunkan tingkat pengangguran secara signifikan. Di Korea Selatan, program JG fokus pada penyediaan pekerjaan bagi buruh migran dan kelompok rentan, mendorong integrasi sosial dan peningkatan keterampilan.
Dengan berbagai contoh penerapan yang sukses, Job Guarantee menawarkan pendekatan praktis untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan ini semakin relevan di era ketidakpastian ekonomi, mencerminkan potensi untuk menciptakan lapangan kerja dan stabilitas sosial yang lebih baik.@
***
Penulis Shohibul Anshor Siregar, dosen FISIP UMSU. Koordinator Umum Pengembangan Basis Sosial Inisiatif dan Swadaya (‘nBASIS).