Beijing | EGINDO.co – Tiongkok meminta Washington dan Moskow pada hari Selasa (28 Januari) untuk “lebih mengurangi” persenjataan nuklir mereka sebagai prasyarat untuk berpartisipasi dalam perundingan pelucutan senjata yang diserukan oleh Presiden AS Donald Trump.
Trump mengatakan dalam pidato video di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss minggu lalu bahwa “kami ingin melihat denuklirisasi”, dan menegaskan kembali keinginannya untuk perundingan tiga arah dengan Rusia dan Tiongkok.
Sehari setelah pidato Trump di Davos, Rusia mengatakan ingin melanjutkan perundingan pelucutan senjata nuklir bilateral “secepat mungkin”, dan bahwa “keputusan ada di tangan Amerika”.
Kedua mantan rival Perang Dingin itu memiliki hampir 90 persen senjata nuklir dunia, tetapi Moskow menarik diri dari perjanjian pengendalian senjata terakhir yang tersisa dengan Washington pada tahun 2023 di tengah memburuknya hubungan.
“Dua negara dengan persenjataan nuklir terbesar harus dengan sungguh-sungguh memenuhi tanggung jawab khusus mereka … untuk pelucutan senjata nuklir,” kata kementerian luar negeri Tiongkok dalam sebuah pernyataan yang dikirim ke AFP pada hari Selasa.
Mereka harus “lebih jauh mengurangi persenjataan nuklir mereka secara substansial, untuk menciptakan kondisi yang diperlukan bagi negara-negara bersenjata nuklir lainnya untuk bergabung dalam proses pelucutan senjata”, katanya.
Beijing mengatakan bahwa pada prinsipnya mereka mendukung pelucutan senjata tetapi secara teratur menolak undangan Washington untuk bergabung dalam perundingan AS-Rusia untuk mengurangi persenjataan nuklir mereka.
Menurut perkiraan tahun 2024 oleh Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI), Amerika Serikat memiliki 3.708 hulu ledak nuklir dan Rusia 4.380, tidak termasuk hulu ledak yang sudah tidak digunakan lagi.
Tiongkok memiliki 500, 90 lebih banyak daripada tahun 2023. Di belakang mereka adalah Prancis (290) dan Inggris (225).
Beijing menegaskan kembali pada hari Selasa bahwa persenjataannya semata-mata untuk “pertahanan diri” dan bahwa mereka mempertahankan kekuatan nuklirnya “pada tingkat minimum yang diperlukan untuk keamanan nasional”.
Sumber : CNA/SL