Tahun Baru Imlek, Rasa Syukur Para Petani Kembali Bercocok Tanam

fadmin malau
Fadmin Malau

Oleh: Ir. Fadmin Malau 

TAHUN Baru Imlek, rasa syukur para petani kembali bercocok tanam. Tahun Baru Imlek merupakan perayaan bagi para petani di China dalam menyambut datangnya musim semi. Perayaan Imlek dimulai sejak tanggal 15 bulan ke-12 penanggalan Imlek. Kata Imlek ada dua kata yakni Im yang artinya bulan dan Lek yang artinya penanggalan. Bila melihat sejarah perayaan Imlek itu selama satu bulan yakni sejak tanggal 15 bulan ke-12 hingga tanggal 15 pada bulan ke-1 dalam penanggalan kalender China.

Para petani di China melakukan perayaan Imlek dengan sembahyang kepada Sang Pencipta dan leluhur untuk mengucapkan syukur atas rejeki yang telah diberikan maka para petani menyediakan berbagai sesajian yang memiliki makna yakni berucap syukur atas berkah yang telah diberikan selama setahun. Kemudian juga memohon agar pada tahun mendatang diberikan berkah dan rejeki yang banyak. Pada dasarnya dahulu perayaan Tahun Baru Imlek bagi para petani di China berlangsung selama satu bulan yang dimulai tanggal 15 bulan ke-12 penanggalan Imlek dan baru berakhir ketika tanggal 15 bulan pertama penanggalan Imlek yang ditandai dengan malam ke-15 Imlek atau malam Bulan Purnama (bulan penuh) yang disebut dengan Cap Go Meh.

Dalam perayaan Imlek itu disamping para petani di China bersembahyang mengucapkan syukur kepada Sang Pencipta juga dilakukan silaturahmi sesama sanak saudara, famili dan teman sebagai sarana mempererat persaudaraan dan sama-sama bersyukur atas rejeki yang diberikan Sang Pencipta.

Ketika malam ke-15 Imlek bulan ke-1 dalam penanggalan kalender China pada malam Cap Go Meh para petani di China memasang lampion di sawah atau di ladang milik mereka sebagai tanda berakhirnya perayaan Imlek sekaligus sebagai tanda kembali musim tanam. Berdasarkan sejarah, pemasangan lampu Lampion yang terang benderang di tengah sawah atau perladangan dimaksudkan untuk mengusir hama dan menakut-nakuti hewan perusak tanaman.

Baca Juga :  Masa Jepang Berkuasa, Eka Tjipta Widjaja Berubah Usaha

Memasang lampu Lampion juga agar malam Bulan Purnama itu semakin indah. Indahnya malam Bulan Purnama yang dihiasi lampu Lampion membuat kegembiraan bagi para petani di China waktu itu. Kegembiraan itu diwujudkan dengan tari-tarian yang diiringi dengan menabuh gendang menghadirkan tarian Barongsai atau tarian Naga yang indah dan gagah berani. Hal ini sebagai manifestasi dan motivasi diri para petani di China siap untuk turun ke sawah dan ke ladang bercocok tanam kembali setelah selesai musim semi.

Banyak yang beranggapan malam pergantian tahun penanggalan kalender China pada saat Imlek. Anggapan ini tidak benar, malam pergantian tahun penanggalan kalender China pada saat malam Bulan Purnama (Cap Go Meh). Hal ini karena penanggalan kalender China sama dengan kalender penanggalan umat Islam atau Tahun Hijriah yakni perhitungannya berdasarkan peredaran bulan. Bedanya, jika kalender penanggalan umat Islam atau Tahun Hijriah dimulai pada saat bulan terbit atau Hilal (anak bulan) akan tetapi penanggalan kalender China dimulai saat bulan penuh atau Bulan Purnama.

Pemasangan lampu Lampion yang terang benderang di tengah sawah atau perladangan menurut sejarah dimaksudkan untuk mengusir hama dan menakut-nakuti hewan perusak tanaman pada dasarnya bukan hanya cerita legenda kuno yang menggambarkan orang China berhasil melawan hewan mitos yang disebut sebagai Nian.

Menurut legenda kuno makhluk Nian selalu muncul pada hari pertama Tahun Baru dan kedatangan Nian untuk memangsa hewan ternak, memakan hasil pertanian dan bahkan penduduk, terutama anak-anak. Agar selamat dari malapetaka itu masyarakat desa atau para petani di China meletakkan makanan di depan pintu rumah mereka saat hari pertama tahun baru dan masyarakat percaya Nian akan mengambil atau memakan makanan itu sehingga Nian tidak lagi menyerang para petani di China. Pada waktu itu disebutkan pula ada seorang petani menyaksikan seekor Nian ketakutan dan lari menghindar seorang anak yang berketepatan berkostum merah maka diketahuilah bahwa Nian takut dengan warna merah. Sejak itu setiap menjelang dan selama Tahun Baru, para petani di China menggantung lentera merah pada pintu dan jendela rumah.

Baca Juga :  Mengenal Adat Sumando, Tapanuli Tengah

Apa yang disebutkan dalam legenda kuno para petani di China ini bila dilihat dari ilmu pertanian dapat diterima karena berdasarkan penelitian banyak hewan-hewan pengganggu tanaman bisa dicegah dengan menakut-nakuti hewan pengganggu tanaman itu. Misalnya lampu Lampion yang dipasang di persawahan dan perladangan pada malam hari. Kini banyak para petani menggunakan orang-orangan di tengah sawah untuk mengusir burung pemakan bulir-bulir padi yang ada di sawah. Kini para petani memasang rangkaian kaleng-kaleng susu di tengah sawah bisa mengusir hama wereng yang menyerang pada malam hari dan cahaya lampu membuat wereng mendatangi cahaya lampu sehingga tidak menyerang tanaman padi.

Berdasarkan ilmu pertanian, terbukti dengan menggantung kepingan piringan Compek Dist (CD) di kebun tanaman Coklat dan kebun tanaman Kelapa Sawit bisa mengusir burung Hantu, Kelelawar yang memakan buah Coklat dan buah Kelapa Sawit. Hal ini karena pada malam hari kepingan CD yang digantung di kebun tanaman Coklat dan kebun tanaman Kelapa Sawit menimbulkan cahaya berkilauan sehingga hewan pemakan buah Coklat dan buah Kelapa Sawit menjadi takut mendekati kebun tanaman Coklat dan kebun tanaman Kelapa Sawit.

Ketika perayaan Imlek, selalu muncul Kue Keranjang (Nian Gao) atau disebut juga Kue Bakul yang terbuat dari tepung ketan dan gula dengan memiliki tekstur kenyal dan lengket. Kue ini juga merupakan cerita kehidupan para petani di China waktu itu untuk mengantisipasi terjadinya bahaya kelaparan akibat banjir atau apa bila terjadi gagal panen. Para petani di China memikirkan cara untuk mengatasinya dengan membuat bekal atau bahan makanan yang dapat tahan dalam waktu lama. Akhirnya dibuatlah kue yang kuat, ringkas, awet, rasanya enak dan tahan lama, itulah kue keranjang atau kue bakul yang ketika perayaan Imlek menjadi sesaji dan makanan serta menjadi simbol kehidupan manis yang pada tahun berikutnya.

Baca Juga :  Uji KIR Dan SMK Menjamin Kelayakan Kendaraan Bermotor

Penulis sewaktu masa kanak-kanak sangat familier dengan Kue Keranjang atau Kue Bakul karena dengan diberi teman sebaya atau teman sepermainan penulis waktu itu menandakan teman penulis itu sedang merayakan Imlek. Waktu penulis masih kanak-kanak belum ada perayaan Imlek seperti sekarang ini, dirayakan secara terbuka dan dinyatakan sebagai Hari Libur Umum (Nasional) di Indonesia. Selalu teman penulis itu mengatakan sedang merayakan Imlek dan Kue Bakul atau Kue Keranjang yang rasanya manis agar manis pula rejeki yang memakannya.

Rasa syukur petani di China dalam merayakan Imlek satu manifestasi keuletan, kegigihan, kerja keras, optimis dan selalu waspada mengantisipasi kemungkinan terburuk yang bakal dihadapi dan rasa syukur terhadap Sang Pencipta terkandung dalam perayaan Imlek. Makna perayaan Imlek pada dasarnya menuju kepada kehidupan yang lebih baik dari tahun yang sudah dilalui, begitulah yang diinginkan para petani waktu itu di China dan kini semua manusia di dunia ini selalu menginginkan kehidupan hari ini akan lebih baik pada hari esok. Selamat merayakan Tahun Baru Imlek.@

***

Penulis mantan Dosen Fakultas Pertanian, pemerhati masalah sosial, ekonomi pertanian

 

Bagikan :
Scroll to Top