Adil: PPN Jasa Logistik Agar Tidak Dikategorikan sebagai Barang Mewah

Adil Karim, SE
Adil Karim, SE

Jakarta | EGINDO.com – Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jakarta mengusulkan agar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Jasa Logistik dikeluarkan dari kategori barang mewah. Hal itu agar tidak memperparah defisit neraca transaksi berjalan (current account) perdagangan internasional di sektor jasa.

Hal itu dikatakan Ketua Umum DPW ALFI Jakarta, Adil Karim, SE kepada EGINDO.com via seluler pada Jum’at (10/1/2025) di Jakarta.

Adil mengatakan, ALFI pada dasarnya mendukung PPN 12 persen hanya untuk barang mewah. Namun, dalam kegiatan bisnis pada bidang jasa tidak ada istilah jasa mewah, sehingga perusahaan jasa yang menangani barang mewah jangan sampai dikenakan PPN 12 persen. Katanya pengenaan PPN hanya fokus terhadap barang mewah sebesar 12 persen yang diimpor seperti tercantum di Pasal 2 dan 3 Permenkeu Nomor 131 Tahun 2024.

Baca Juga :  China Desak Australia Perlakukan Adil Semua Perusahaan

“Ini sangat penting, sebab bisa saja jadi nanti menjadi dobel PPN-nya. Imbasnya, hal ini akan memperparah defisit transaksi berjalan perdagangan jasa internasional,” kata Adil Karim menegaskan.

Ditegaskannya, ALFI Jakarta perlu menyampaikan hal itu terkait kebijakan Permenkeu Nomor 131 Tahun 2024. Kebijakan baru tersebut masih membuat bingung pelaku usaha logistik, termasuk perusahaan anggota ALFI Jakarta mengingat adanya perbedaan segementasi usaha, seperti ada anggota yang fokus sebagai freight forwarding/NVOCC, khusus sebagai Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK). Bahkan, ada yang hanya menggarap bisnis pergudangan dan ada yang fokus sebagai perusahaan angkutan barang (trucking).

Mengutip data yang dirilis Bank Indonesia, kata Adil, pada kuartal III tahun 2024 defisit neraca transaksi berjalan mencapai 2,2 miliar dolar AS atau 0,6 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). “Bila sektor jasa yang menangani barang ekspor/impor juga terkena PPN 12 persen sudah dapat dipastikan akan memperburuk defisit neraca transaksi berjalan,” katanya.

Baca Juga :  Xi Dorong Kembali Sanksi Sepihak Barat Terhadap Rusia

Menurutnya setelah dipelajari lebih jauh Permenkeu Nomor 131 Tahun 2024 tersebut dapat disimpulkan bahwa pengenaan PPN perusahaan jasa pengurusan transportasi (JPT) atau freight forwarding dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 52291, masih dapat menggunakan PMK 171 Tahun 2022.

Untuk Perusahaan JPT yang bertindak sebagai freigt forwarding atau NVOCC (Non-Vessel Operating Common Carrier) PPN-nya tetap 12 persen X10 persen x DPP atau lebih dikenal dengan PPN nilai lain yaitu sebesar 1,2 persen. Sedangkan untuk jasa, tidak terdapat jasa transportasi didalamnya atau bukan kategori PPN nilai lain dikecualikan, dengan mengacu ke Permenkeu maka PPN-nya menjadi 11 persen atau (11/12×100 persen x nilai transaksi) digunakan perusahaan jasa yang melaksanakan kegiatan hanya handling dokumen dan pergudangan. “Ini perlu kami sampaikan mengingat Menkeu telah menegaskan PPN 12 persen hanya untuk barang mewah. Karenanya, ALFI berencana akan menghadap ke Dirjen Pajak untuk menyampaikan berbagai permasalahan perpajakan di sektor logistik, saat ini,” katanya menegaskan.@

Baca Juga :  KAI Waspadai 646 Titik Rawan Jalur KA, Jelang Nataru

Rel/fd/timEGINDO.com

Bagikan :
Scroll to Top