Jakarta | EGINDO.com – Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menolak kenaikan pungutan ekspor CPO, hal itu karena akan berdampak pada petani Sawit. Untuk itu SPKS meminta pemerintah tidak menaikkan pungutan ekspor minyak sawit mentah (CPO) yang direncanakan naik dari 7,5% menjadi 10% dengan alasan kenaikan itu untuk mendukung penerapan mandatori Biodiesel B40.
Hal itu dikatakan Ketua Umum SPKS, Sabarudin, bahwa kenaikan pungutan ekspor itu akan berdampak langsung pada petani sawit. Diperkirakannya akan membuat harga tandan buah segar (TBS) sawit akan turun Rp 300 hingga Rp 500 per kilogram. “Kondisi itu dapat memperburuk kesejahteraan petani yang sudah menghadapi tantangan ekonomi, termasuk mahalnya harga pupuk. Kenaikan pungutan ekspor CPO hanya menguntungkan perusahaan biodiesel, sementara petani sawit menjadi korban,” kata Sabarudin dalam keterangan tertulisnya.
Diungkapkannya penggunaan pungutan ekspor selama ini sebagian besar, 90% dialokasikan untuk subsidi biodiesel melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). SPKS menilai kenaikan pungutan ekspor CPO berpotensi menurunkan produktivitas petani karena terbatasnya kemampuan membeli pupuk dan merawat kebun. Dalam jangka panjang, hal ini dapat mengurangi pasokan bahan baku biodiesel yang justru dibutuhkan untuk mendukung program B40.
Untuk itu, SPKS mendesak pemerintah untuk mengevaluasi pengelolaan dana BPDPKS yang dinilai belum optimal. Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2024, ditemukan berbagai kelemahan dalam pengelolaan dana BPDPKS, termasuk ketidaksesuaian alokasi dana insentif biodiesel.
SPKS menyarankan agar pemerintah mengkaji ulang kebijakan biodiesel nasional, termasuk penghitungan ulang model insentif yang dianggap membebani petani. Katanya penting untuk melibatkan TBS petani sawit dalam produksi biodiesel guna mengurangi biaya subsidi dan mencegah kenaikan pungutan ekspor CPO.@
Bs/timEGINDO.com