Jakarta|EGINDO.co Pemerhati transportasi dan hukum, Budiyanto, menegaskan bahwa perilaku melawan arah dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diklasifikasikan sebagai pelanggaran lalu lintas, sedangkan kecelakaan lalu lintas termasuk dalam kejahatan lalu lintas.
Menurut Budiyanto, dalam situasi di mana kecelakaan terjadi akibat pengguna jalan yang melawan arah, meskipun penyebabnya adalah kelalaian atau faktor di luar kendali pengemudi, pengendara yang melawan arah tetap berada pada posisi yang lemah secara hukum. Namun, ia menekankan bahwa tidak diperbolehkan adanya niat sengaja untuk menabrak pengendara yang melawan arah.
Budiyanto menyampaikan bahwa pelanggaran lalu lintas dapat ditindak melalui beberapa mekanisme, antara lain:
- Tertangkap tangan pada saat pemeriksaan oleh petugas.
- Laporan dari masyarakat yang disertai bukti.
- Rekaman kamera pengawas (CCTV) yang terkoneksi dengan sistem Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE).
Budiyanto juga menyoroti sanksi hukum bagi kendaraan yang tidak memenuhi standar keselamatan, seperti rem belakang yang tidak berfungsi.
- Untuk sepeda motor, berdasarkan Pasal 285 Ayat 1, pengendara dapat dipidana dengan kurungan selama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
- Untuk mobil atau kendaraan roda empat ke atas, berdasarkan Pasal 285 Ayat 2, pengendara dapat dipidana dengan kurungan selama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah).
Lebih lanjut, Budiyanto menjelaskan bahwa dalam kasus tabrakan beruntun, seluruh pihak yang terlibat, dari penabrak pertama hingga terakhir, harus dimintai keterangan. Penyidik akan memeriksa berbagai faktor, antara lain:
- Kecepatan kendaraan.
- Jarak aman antar kendaraan.
- Kondisi pengemudi pada saat kejadian, termasuk stamina dan konsentrasi.
Penyidik wajib menemukan minimal dua alat bukti untuk menetapkan tersangka. Berdasarkan hasil penyelidikan, tersangka dalam tabrakan beruntun dapat lebih dari satu orang, bergantung pada tingkat kelalaian masing-masing pihak.
Budiyanto menambahkan bahwa tabrakan beruntun umumnya terjadi di jalan tol dengan penyebab utama meliputi:
- Tidak menjaga jarak aman.
- Kecepatan melebihi batas yang ditetapkan.
- Menurunnya stamina dan konsentrasi pengemudi.
Terkait masalah ganti rugi akibat kecelakaan, Budiyanto menjelaskan bahwa penyelesaian dapat dilakukan melalui dua mekanisme, yaitu:
- Jalur pengadilan, atau
- Musyawarah di luar pengadilan dengan kesepakatan bersama.
Sebagai penutup, Budiyanto mengimbau masyarakat untuk aktif melaporkan pelanggaran lalu lintas yang ditemui di lapangan. Bukti seperti foto dan video dapat diserahkan kepada pihak kepolisian terdekat untuk segera ditindaklanjuti demi terciptanya ketertiban dan keselamatan di jalan raya. (Sadarudin)