Jakarta | EGINDO.com – Polemik tarif kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12% yang mulai berlaku pada 1 Januari 2024 pada dasarnya Presiden bisa putuskan melalui Peraturan Presiden (Perpres). Saat ini masih menjadi polemic tentang kenaikan tarif PPN 12%. Rata-rata masyarakat menolak kebijakan tersebut karena dinilai memberatkan.
Dinilai memberatkan sebab kondisi perekonomian masyarakat tidak stabil dan penuh dengan tantangan disebabkan daya beli masyarakat yang lemah. Kenaikan tarif PPN 12 % adalah kebijakan yang didan menjadi perintah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dimana tercantum dalam Pasal 7 ayat (1), tarif PPN 12 % berlaku paling lambat 1 Januari 2025, setelah kenaikan tarif PPN dari 10 % menjadi 11 % pada April 2022.
Mengutip penjelasan Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Raden Pardede mengatakan keputusan tarif PPN 12 % akan bergantung pada Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya apabila keputusan PPN 12 % akan dibatalkan, diperlukan keputusan langsung dari Presiden berupa Peraturan Presiden (Perpres), untuk mengubah waktu penetapan tarif PPN tersebut. “Karena kalau sudah UU kan tidak bisa diubah dengan mudah. Jadi harus ada argumen yang kuat nanti yang mungkin harus dari pimpinan tertinggi dalam hal ini, Pak Presiden yang menyatakan kalau sudah menunda itu kan harus ada argumen yang kuat karena itu sudah masuk di dalam UU,” katanya kepada wartawan pada Selasa (3/12/2024) di Jakarta.
Sebelumnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan memberi sinyal akan menunda kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025. Hal ini dikarenakan pemerintah akan memberikan beberapa stimulus kepada masyarakat sebelum menetapkan kenaikan tarif PPN 12%. “Hampir pasti (kenaikan tarif PPN) diundur,” ujar Luhut kepada wartawan di Jakarta, pada Rabu (27/11/2024) lalu.@
Bs/timEGINDO.com