Jakarta|EGINDO.co Pemerhati transportasi dan hukum, Budiyanto, mengungkapkan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) telah beberapa kali menggagas program penghapusan kendaraan bermotor dari daftar registrasi dan identifikasi (regident). Program ini menyasar pemilik kendaraan bermotor yang tidak melakukan registrasi ulang setidaknya selama dua tahun setelah masa berlaku Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) habis.
Menurut Budiyanto, jutaan kendaraan bermotor tidak memperpanjang STNK atau melakukan pengesahan tahunan yang menjadi kewajiban bersamaan dengan pembayaran pajak. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar terkait potensi penerimaan pajak yang belum masuk ke kas negara.
Pasal 70 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) menegaskan bahwa STNK dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) berlaku selama lima tahun dan harus disahkan setiap tahun.
Latar Belakang Program
Budiyanto menjelaskan bahwa program penghapusan regident kendaraan bermotor dilatarbelakangi oleh beberapa faktor:
- Banyaknya kendaraan bermotor yang tidak melakukan pengesahan: Jumlah ini mengindikasikan lemahnya kepatuhan masyarakat terhadap kewajiban hukum.
- Kurangnya disiplin dalam pembayaran pajak kendaraan bermotor: Pajak yang tidak dibayarkan berkontribusi pada kerugian penerimaan negara.
- Dorongan untuk meningkatkan kepatuhan: Program ini diharapkan mampu memotivasi masyarakat untuk memenuhi kewajibannya.
Namun, meskipun telah diwacanakan berkali-kali, realisasi program ini dinilai belum berhasil meningkatkan kepatuhan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan komitmen dan ketegasan yang lebih kuat dari Polri agar program ini tidak dianggap sekadar ancaman tanpa pelaksanaan nyata.
Dasar Hukum yang Kuat
Program penghapusan kendaraan bermotor dari daftar regident memiliki dasar hukum yang jelas:
- Pasal 74 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ:
Kendaraan bermotor dapat dihapus dari regident jika:- Kendaraan rusak berat sehingga tidak dapat dioperasikan.
- Pemilik tidak melakukan registrasi ulang selama dua tahun setelah masa berlaku STNK habis.
- Pasal 32 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas:
Kendaraan tanpa STNK sah dapat disita, ditetapkan oleh pengadilan, dan dimusnahkan.
Dampak Potensial dan Pengawasan
Budiyanto juga menyoroti beberapa risiko yang mungkin timbul jika program ini dijalankan, antara lain:
- Kendaraan yang telah dihapus dari daftar regident tidak dapat diregistrasi kembali.
- Peningkatan jumlah kendaraan tanpa dokumen resmi (“bodong”).
- Potensi penyalahgunaan kendaraan untuk tindakan kriminal.
- Kesulitan dalam pengawasan operasional kendaraan.
Untuk mengantisipasi dampak tersebut, diperlukan pengawasan ketat dan penegakan hukum yang konsisten. Kendaraan yang tidak dilengkapi STNK sah harus ditindak sesuai aturan yang berlaku, termasuk melalui penyitaan dan pemusnahan.
Langkah Strategis
Budiyanto menekankan pentingnya “terapi” yang tepat untuk meningkatkan disiplin masyarakat dalam membayar pajak kendaraan bermotor. Program penghapusan kendaraan bermotor dari regident merupakan langkah awal dari proses pendisiplinan tersebut. Namun, tanpa komitmen yang kuat dari pemerintah, pelaksanaan program ini mustahil dilakukan.
Dengan landasan hukum yang kokoh, diharapkan Polri dapat merealisasikan program ini secara tegas dan efektif, sehingga disiplin masyarakat meningkat dan potensi penerimaan negara dari pajak kendaraan bermotor dapat dioptimalkan. (Sadarudin)