Rupiah Dibuka Menguat ke Rp15.861,5 per Dolar AS, Inflasi AS Naik Tipis

Lembaran uang rupiah dan uang dolar AS ditunjukkan oleh pegawai di sebuah gerai penukaran valas.
Lembaran uang rupiah dan uang dolar AS ditunjukkan oleh pegawai di sebuah gerai penukaran valas.

Jakarta|EGINDO.co Pada perdagangan Kamis pagi (28/11/2024), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka menguat sebesar 0,46% ke level Rp15.861,5 per dolar AS. Data Bloomberg menunjukkan, rupiah menguat bersama beberapa mata uang Asia lainnya. Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) juga mengalami kenaikan tipis 0,05% ke level 106,13.

Di kawasan Asia Pasifik, pergerakan nilai tukar mata uang bervariasi. Yen Jepang melemah 0,21%, won Korea Selatan turun 0,16%, dan dolar Hong Kong melemah 0,01%. Dolar Singapura tercatat turun 0,07%, sementara dolar Taiwan menguat 0,11%. Selain itu, peso Filipina naik 0,01%, rupee India melemah 0,14%, yuan Tiongkok menguat 0,02%, ringgit Malaysia naik 0,08%, dan baht Thailand menguat 0,12%.

Baca Juga :  Tilang Manual Akan Digunakan Lagi Pada Pelanggaran Tertentu

Sementara itu, data ekonomi terbaru dari Amerika Serikat menunjukkan pengeluaran konsumen yang kuat pada Oktober, mengindikasikan perekonomian AS terus tumbuh dengan cepat. Namun, upaya untuk meredam inflasi tampaknya melambat. Inflasi inti tahunan yang menjadi acuan Federal Reserve naik tipis dari 2,7% pada September menjadi 2,8% pada Oktober.

Menurut Peter Cardillo, Chief Market Economist Spartan Capital Securities, kenaikan inflasi ini tidak memicu kejutan besar di pasar. “Kita semua telah memperkirakan inflasi akan sedikit meningkat, tetapi yang terpenting adalah inflasi masih terkendali,” ujarnya.

Setelah rilis data ini, ekspektasi pasar terhadap kebijakan suku bunga Federal Reserve berubah. Berdasarkan CME FedWatch Tools, probabilitas pemangkasan suku bunga pada Desember meningkat menjadi 70%, dari sebelumnya sekitar 59% pada Selasa.

Baca Juga :  Kapal Perang AS dan Kanada Melintasi Selat Taiwan

Pergerakan nilai tukar ini mencerminkan respons pasar terhadap perkembangan kebijakan moneter AS dan dinamika ekonomi global yang tengah berlangsung.

Sumber: Bisnis.com/Sn

Bagikan :
Scroll to Top