Tragedi Mengantuk: Sopir Tabrak 8 Kendaraan, 1 Tewas

Pemerhati masalah transportasi dan hukum AKBP (P) Budiyanto, SH. SSos. MH.
Pemerhati masalah transportasi dan hukum AKBP (P) Budiyanto, SH. SSos. MH.

Jakarta|EGINDO.co Pemerhati masalah transportasi dan hukum, AKBP (P) Budiyanto SH. SSOS. MH, menyampaikan bahwa rasa kantuk dapat menyerang siapa saja dan dapat terjadi kapan saja, bahkan pada pengemudi yang seharusnya memiliki stamina prima saat mengoperasikan kendaraan. Menurutnya, kejadian kecelakaan yang melibatkan seorang sopir yang mengantuk dan menabrak delapan kendaraan di Tugu Lampu (TL) Slipi, Jakarta Barat, pada tanggal 26 November 2024, sekitar pukul 07.00 WIB, seharusnya menjadi pembelajaran penting bagi setiap sopir atau pengemudi kendaraan bermotor.

AKBP Budiyanto menegaskan bahwa pengemudi kendaraan bermotor harus berada dalam kondisi fisik dan mental yang prima sebelum mengoperasikan kendaraan, termasuk memastikan kecukupan waktu istirahat. Setiap pengemudi harus mampu menjaga konsentrasi penuh saat mengemudi, mengingat bahwa kelalaian sekecil apapun dapat berpotensi menyebabkan kecelakaan lalu lintas yang berbahaya. Dalam hal ini, rasa kantuk dapat mengurangi kemampuan konsentrasi, yang berpotensi berakibat fatal.

Baca Juga :  1 Tewas, 7 Hilang Setelah 2 Helikopter Militer Jepang Tabrakan

Pernyataan tersebut mengacu pada ketentuan Pasal 106 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), yang mengatur bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor wajib mengemudikan kendaraan dengan penuh perhatian dan konsentrasi. Salah satu unsur yang harus dihindari oleh pengemudi adalah rasa kantuk yang dapat mengganggu konsentrasi dan mengancam keselamatan pengemudi serta pengguna jalan lainnya.

Lebih lanjut, Budiyanto menjelaskan bahwa mengantuk saat mengemudi merupakan bentuk kelalaian yang jelas dalam aturan lalu lintas dan dapat berpotensi menyebabkan kecelakaan fatal. Dalam insiden yang terjadi di Slipi tersebut, akibat kelalaian sopir yang mengemudi dalam keadaan mengantuk, satu orang dilaporkan meninggal dunia. Dalam proses penyelidikan dan penyidikan, pihak berwenang harus teliti dan cermat dalam menentukan apakah kecelakaan tersebut semata-mata disebabkan oleh rasa kantuk sopir atau ada faktor lain yang mempengaruhi. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah adanya bekas rem di lokasi kejadian, yang bisa mengindikasikan bahwa sopir sempat mencoba mengerem sebelum terjadinya tabrakan atau sebaliknya.

Baca Juga :  1 Tewas, 2 Terluka Dalam Kecelakaan Pesawat Kargo DHL Dekat Bandara Vilnius

AKBP Budiyanto juga mengingatkan bahwa sopir yang terbukti melakukan kelalaian akibat mengemudi dalam keadaan mengantuk dan menyebabkan kecelakaan berpotensi dikenakan sanksi hukum sesuai dengan Pasal 310 Ayat (1) hingga Ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009 tentang LLAJ. Pasal ini mengatur bahwa sopir yang menyebabkan kecelakaan akibat kelalaian bisa dijerat pidana penjara paling lama enam tahun atau denda maksimal sebesar Rp12.000.000 (dua belas juta rupiah).

Pernyataan ini menekankan pentingnya kewaspadaan dan tanggung jawab setiap pengemudi dalam mengoperasikan kendaraan. Pengemudi tidak hanya dituntut untuk mematuhi aturan lalu lintas, tetapi juga untuk menjaga kondisi fisik dan mentalnya agar dapat mengemudi dengan aman dan penuh konsentrasi. Mengantuk, sebagai salah satu faktor yang dapat mengurangi kemampuan berkendara, harus diwaspadai sebagai potensi bahaya yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain di jalan raya.

Baca Juga :  BYD Berencana Ekspansi Agresif di Vietnam

Dengan demikian, kejadian ini seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, terutama bagi pengemudi kendaraan, untuk selalu memastikan kondisi tubuh dan pikiran dalam keadaan optimal sebelum memulai perjalanan. Selain itu, penting juga untuk memberikan perhatian lebih pada aspek keselamatan lalu lintas, sehingga insiden serupa tidak terulang di masa mendatang. (Sadarudin) 

 

Bagikan :
Scroll to Top