Penegakan Hukum, Pilihan Terakhir 

Mantan Kasubdit Bin Gakkum Polda Metro Jaya AKBP (P) Budiyanto SH.SSOS.MH.
Mantan Kasubdit Bin Gakkum Polda Metro Jaya AKBP (P) Budiyanto SH.SSOS.MH.

Jakarta|EGINDO.co – Pemerhati transportasi dan hukum, AKBP (Purn.) Budiyanto, SH, S.Sos., MH, menyampaikan pandangannya terkait penegakan hukum pelanggaran lalu lintas. Menurutnya, penegakan hukum dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu represif yustisial (tilang) atau non-yustisial (teguran). Keputusan untuk menindak pelanggaran lalu lintas, apakah dengan tilang atau teguran, dapat didasarkan pada bobot kesalahan yang dilakukan oleh pelanggar.

Budiyanto menjelaskan, kewenangan diskresi kepolisian yang diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, memberikan otoritas kepada petugas kepolisian untuk melakukan penilaian sendiri dalam memutuskan tindakan yang diambil demi kepentingan umum. Hal ini relevan dalam konteks penegakan hukum lalu lintas, apakah menggunakan tindakan represif yustisial atau non-yustisial.

Baca Juga :  Kenaikan Tarif UE, AS Terhadap EV China Dorong Produsen Beralih Ke India

Lebih lanjut, Budiyanto menekankan pentingnya asas ultimum remedium, yaitu bahwa penegakan hukum pidana harus menjadi pilihan terakhir. Dengan demikian, dalam kasus pelanggaran lalu lintas dengan bobot ringan hingga sedang, petugas cukup memberikan teguran dan edukasi, yang masih berada dalam koridor penegakan hukum.

“Pelanggaran lalu lintas memiliki kategori ringan, sedang, dan berat. Menurut hemat saya, untuk pelanggaran ringan dan sedang, cukup diberikan teguran dan arahan yang bersifat edukatif. Kecuali, jika pengemudi sengaja membahayakan keselamatan jiwa dan barang, maka tilang harus diberikan, bahkan bila perlu, kendaraan disita sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” ujar Budiyanto.

Ia juga mengingatkan bahwa penegakan hukum harus dibarengi dengan program yang berkesinambungan dari pemangku kepentingan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Program tersebut, menurutnya, harus mencakup langkah-langkah edukasi, pencegahan, dan penegakan hukum secara simultan dan terus-menerus.

Baca Juga :  Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Emisi Gas Buang Ranmor

Budiyanto optimis, jika program ini dilaksanakan secara konsisten, akan terjadi perubahan mindset yang mengarah pada peningkatan disiplin berlalu lintas.

Saat ini, Operasi Zebra tengah berlangsung di seluruh Indonesia dari tanggal 14 Oktober hingga 27 Oktober 2024. Operasi ini bertujuan untuk membangun disiplin masyarakat dalam berlalu lintas. Korlantas menekankan bahwa selama Operasi Zebra, fokus utama adalah memberikan edukasi dan teguran kepada pelanggar lalu lintas, meski penegakan hukum secara selektif tetap dilakukan.

“Pendekatan dalam Operasi Zebra ini sejalan dengan asas ultimum remedium, bahwa penegakan hukum pidana merupakan pilihan terakhir,” pungkas Budiyanto. ( Sn ) 

 

Bagikan :
Scroll to Top