Jakarta|EGINDO.co AKBP (Purnawirawan) Budiyanto, S.H., S.Sos., M.H., seorang pemerhati transportasi dan hukum, menjelaskan bahwa bioetanol adalah bahan bakar alternatif yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan organik, terutama tanaman yang kaya akan kandungan karbohidrat. Indonesia, dengan potensi pertaniannya yang luas, sebenarnya memiliki sumber daya alam yang melimpah untuk memproduksi bioetanol, seperti jagung, singkong, tebu, dan tanaman lainnya.
Budiyanto menyatakan bahwa tanaman-tanaman tersebut selama ini lebih banyak dimanfaatkan untuk kebutuhan lokal dan konsumsi sehari-hari. Namun, jika pemerintah mampu mendorong produksi bioetanol dengan memberikan petunjuk teknis yang memadai serta dukungan modal, bukan hal yang sulit bagi Indonesia untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar ramah lingkungan ini.
“Saat ini, tanaman yang mengandung karbohidrat tinggi masih ditanam secara konvensional untuk keperluan sehari-hari. Kehadiran negara melalui tangan pemerintah harus lebih proaktif dalam meningkatkan produksi bahan baku bioetanol,” tegas Budiyanto.
Ia juga menyoroti ironi bahwa sebagai negara agraris dengan lahan pertanian yang luas, Indonesia belum mampu memaksimalkan potensi ini dan justru mengimpor bahan baku untuk produksi bioetanol. Budiyanto menilai bahwa optimalisasi bahan baku dalam negeri untuk bioetanol akan berdampak positif, terutama dalam menciptakan lapangan kerja, baik di sektor formal maupun nonformal.
“Kebutuhan akan lapangan kerja formal memang sangat terbatas, namun penciptaan lapangan kerja di sektor nonformal harus dimaksimalkan, salah satunya dengan memproduksi bioetanol menggunakan bahan baku lokal,” jelasnya.
Selain itu, pengembangan industri bioetanol juga akan memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional, dengan melibatkan penduduk lokal dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Menurut Budiyanto, dukungan pemerintah yang kuat melalui penyediaan bimbingan teknis dan modal awal untuk pengadaan bibit, pupuk, serta infrastruktur pendukung lainnya sangat diperlukan.
Di sisi lingkungan, Budiyanto menegaskan bahwa bioetanol merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan karena mengandung sulfur yang rendah. Hal ini menjadikannya solusi yang potensial untuk mengurangi emisi gas buang kendaraan bermotor, yang selama ini menjadi penyumbang terbesar polusi udara di Indonesia, mencapai 47 persen dari total sumber polusi udara.
“Kita harus sadar bahwa menjaga kelestarian lingkungan adalah tanggung jawab bersama. Dengan memproduksi bioetanol dalam negeri, kita dapat memenuhi kebutuhan bahan bakar dalam negeri yang lebih bersih dan ramah lingkungan,” ujarnya.
Budiyanto menekankan bahwa pengembangan bioetanol tidak hanya akan membantu mengatasi masalah polusi udara, tetapi juga dapat mendorong penciptaan lapangan kerja baru dan mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
“Pemerintah perlu memiliki kemauan politik yang kuat untuk mendorong penanaman tanaman berkarbohidrat tinggi dengan maksimal, disertai bimbingan teknis dan bantuan modal. Dengan demikian, produksi bioetanol dalam negeri akan terwujud dan berkontribusi bagi keberlangsungan ekosistem alam serta kesejahteraan rakyat,” pungkasnya. (Sn)Â