Oleh, Fae Sarumaha, S.H.,M.H
Demokrasi sering kali menghadapi tantangan, terutama dalam konteks pemilihan kepala daerah (pilkada) di mana isu kedaerahan dan kesukuan dapat mempengaruhi dinamika politik.
Hakekat demokrasi adalah memberikan suara kepada rakyat untuk memilih pemimpin mereka, tetapi seringkali identitas kedaerahan dan kesukuan menjadi faktor penentu dalam pemilihan.
Isu kedaerahan dapat menciptakan pembelahan di masyarakat, di mana pemilih lebih cenderung memilih calon yang berasal dari daerah atau suku yang sama.
Hal ini dapat mengarah pada polarisasi dan mengurangi kesempatan bagi calon dari latar belakang yang berbeda untuk mendapatkan dukungan.
Dalam konteks ini, demokrasi dapat terancam, karena keputusan pemilih tidak selalu didasarkan pada visi dan misi calon, tetapi lebih pada afiliasi kultural atau geografis. Selain itu, gempuran isu kesukuan sering kali memperburuk situasi.
Partai politik dan calon mungkin memanfaatkan sentimen suku untuk meraih suara, yang pada gilirannya dapat memperkuat stereotip dan diskriminasi antar suku.
Ini menciptakan tantangan besar bagi integrasi sosial dan harmoni di masyarakat.
Untuk mengatasi isu-isu ini, penting bagi masyarakat untuk mendorong pendidikan politik yang lebih baik, yang menekankan pentingnya memilih berdasarkan kompetensi dan integritas, bukan hanya identitas kedaerahan atau kesukuan.
Membangun kesadaran akan nilai-nilai demokrasi yang inklusif dan pluralis juga menjadi kunci dalam menghadapi tantangan ini.
Demikianlah, meskipun demokrasi memberikan ruang bagi setiap individu untuk bersuara, realitas sosial yang ada sering kali mempengaruhi pilihan politik, yang
dapat menghambat proses demokrasi itu sendiri. (Sn)Â