Jakarta | EGINDO.com – Pengangguran terus meningkat, seiring dengan banyaknya korban dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan jumlah pengangguran akan semakin membengkat bila Pemerintah tidak menunda kenaikan PPN tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025.
Hal itu dikatakan pengamat sosial, ekonomi kemasyarakatan Dr. Rusli Tan, SH, MM kepada EGINDO.co pada Senin (30/9/2024) di Jakarta menanggapi semakin besarnya angka pengangguran di Indonesia disebabkan jumlah korban PHK membengkak.
Untuk itu katanya, pemerintah diminta menunda rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada di 2025 karena rencana menaikkan PPN hingga 12% dapat membuat masyarakat menengah menjadi turun kelas menjadi masyarakat miskin pada saat kodisi ekonomi kurang baik dengan ditandai banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang sampai kini terus terjadi. “Untuk itu Pemerintah jangan menambah beban masyarakat lagi dengan rencana menaikkan PPN 12% dan baiknya hentikan rencana kenaikan PPN 12% pada awal tahun depan,” kata Rusli Tan menjelaskan.
Ditegaskan Dr. Rusli Tan, menaikan PPN hingga 12% tentu akan menggerus daya beli masyarakat dan hal yang sama juga akan dirasakan masyarakat yang terdampak PHK. Bila daya beli masyarakat menurun atau semakin rendah daya beli maka pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga turut tersendat. Pada akhirnya pertumbuhan ekonomi juga akan melambat.
Hal yang perlu dilakukan pemerintah sekarang ini kata Rusli Tan adalah meningkatkan investasi dalam negeri untuk menekan angka pengangguran melalui penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia. “Bila investasi meningkat maka berkembang pabrik, tumbuh industri yang menyerap tenaga kerja baru. Kini yang terjadi sebaliknya, investasi tidak tumbuh dan bahkan minus dengan banyaknya pabrik atau industri yang tutup menyebabkan PHK masal dan akhirnya penangguran bertambah,” katanya.
Sementara itu Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyebut, pada bulan September 2024, kasus PHK sudah bertambah sebanyak 6.753 orang. Jika digabungkan sejak awal tahun, jumlahnya mencapai 52.993 pekerja.
“Total PHK per 26 September 2024 mencapai 52.993 tenaga kerja, meningkat (dibanding periode yang sama tahun lalu),” kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenaker, Indah Anggoro Putri dalam keterangannya pada Jumat (26/9/2024) lalu.
Dijelaskan adapun kasus PHK terbanyak terjadi di Jawa Tengah dengan total 14.767 kasus, disusul Banten 9.114 kasus dan DKI Jakarta 7.469 kasus. Sedangkan bedasarkan sektornya, kasus PHK terbanyak berasal dari sektor pengolahan yang mencapai 24.013 kasus. Kemudian, disusul sektor jasa yang sebanyak 12.853 kasus dan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan yang mencapai 3.997 kasus.@
Bs/fd/timEGINDO.com