Bakal Ada Pungutan Cukai Makanan dari Restoran Hingga Pedagang Kaki Lima

Pedagang Kaki Lima
Pedagang Kaki Lima

Jakarta | EGINDO.co – Bakal ada pungutan cukai makanan dari restoran hingga pedagang kaki lima. Hal itu terlihat dari pemerintah menunjukkan komitmennya dalam mencegah penyakit tidak menular dengan mengendalikan konsumsi gula, garam, dan lemak. Hal itu terlihat diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Disebutkan penetapan batas maksimal kandungan gula, garam, dan lemak dikoordinasikan oleh menteri yang bertanggung jawab atas koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian di bidang pembangunan manusia dan kebudayaan, dengan melibatkan kementerian dan lembaga terkait. Artinya turunan UU Kesehatan yang disahkan maka makanan siap saji bakal diatur secara ketat.

Presiden Joko Widodo telah meneken aturan turunan Undang Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 yakni Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, juga diatur terkait penjualan makanan dan minuman olahan siap saji dengan batasan kadar gula, garam, juga lemak (GGL).

Tentang hal itu tertuang pada Pasal 194, pemerintah membatasi kandungan gula, garam, dan lemak di pangan olahan siap saji atau makanan yang dapat disiapkan dan dilayankan dengan cepat, merujuk kepada makanan yang dijual di sebuah restoran, rumah makan, ataupun usaha jasaboga lain. “Penentuan batas maksimal kandungan gula, garam, dan lemak sebagaimana dimaksud dengan mempertimbangkan kajian risiko; dan/atau standar internasional,” tulis PP yang diteken pada 27 Juli 2024 tersebut.

Aturan tersebut juga menekankan setiap orang yang memproduksi, mengimpor, hingga mengedarkan pangan olahan termasuk pangan olahan siap saji wajib mencantumkan label gizi mereka. Kemudian sejumlah sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan, dimulai dari pemberian peringatan tertulis, denda administratif sampai penghentian sementara kegiatan produksi atau peredaran produk. Pemerintah juga berwenang menarik pangan olahan dari peredaran dan mencabut izin produksinya.

“Penentuan batas maksimal kandungan gula, garam, dan lemak dilakukan dengan mempertimbangkan kajian risiko dan/atau standar internasional,” bunyi Pasal 194 ayat (3), dikutip EGINDO.co dan bila mengacu pada Pasal 194 ayat 4, pengendalian konsumsi tidak hanya dilakukan melalui penetapan batas maksimum kandungan gula, garam, dan lemak. Pemerintah juga dapat mengenakan cukai terhadap pangan olahan tertentu, termasuk pangan olahan siap saji.

“Pemerintah pusat dapat menetapkan pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” tulis beleid tersebut. Kemudian dijelaskan bahwa setiap orang yang memproduksi, mengimpor, dan/atau mengedarkan pangan olahan, termasuk pangan olahan siap saji, wajib memenuhi ketentuan batas maksimum kandungan gula, garam, dan lemak yang telah ditetapkan.

Selain itu, mereka juga harus mencantumkan label gizi, termasuk kandungan gula, garam, dan lemak, pada kemasan untuk pangan olahan atau pada media informasi untuk pangan olahan siap saji. Dalam bagian penjelasan PP tersebut, pangan olahan diartikan sebagai makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan.

Sedangkan pangan olahan siap saji adalah makanan dan/atau minuman yang sudah diolah dan siap untuk langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha, seperti yang disajikan di jasa boga, hotel, restoran, rumah makan, kafetaria, kantin, kaki lima, gerai makanan keliling, dan penjaja makanan keliling atau usaha sejenis.@

Bs/timEGINDO.co

 

Scroll to Top