Oleh: Dr. Ir. HM Edwin Syahputra Lubis, SH, M.AgrSc
Keinginan luhur agar Minyak Goreng (Migor) Nasional menjadi kuat maka kehadiran PalmCo patut diapresiasi. Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berencana membentuk PalmCo, sebagai sub-holding PT. Perkebunan Negara (PNPN) Group, khusus mengelola bisnis komoditi kelapa sawit dari hulu ke hilir.
Pemerintah berharap, adanya PalmCo dapat membantu permasalahan minyak goreng dalam negeri. Hal itu karena persoalan selama ini dapat diatasi yakni dapat mengontrol langsung tentang minyak goreng karena telah dilakukan oleh pemerintah sendiri melalui perusahaan BUMN.
PalmCo akan menjadi perusahaan Spin-Off yang merupakan sub-holding PTPN III dan khusus bergerak di bidang kelapa sawit. Keberadaan PalmCo diprediksi akan besar menyaingi perusahaan-peruhaan sejenisnya dan menjadi salah satu pemain terbesar. Hal itu didukung dengan keberadaan atau potensi lahan yang bakal dimiliki PalmCo.
Artinya, PalmCo bakal memiliki lahan perkebunan sawit dengan luas sekitar 700.000 ha. Luas tersebut melampaui perusahaan-perusahaan besar swasta di Indonesia yang tercatat memiliki 230.000 ha lahan dan ada beberapa pemain besar lain asal Malaysia FGV Holdings milikLembaga Kemajuan Tanah Persekutuan (LKTP) Malaysia memiliki lahan sawit 439 ribu hektar.
Untuk itu PalmCo bakal menjadi salah satu perusahaan terbesar dengan total lahan sawit produktif terbesar di dunia. PalmCo diharapkan menjadi besar dan harapannya menjadi perusahaan go public, dengan produksi minyak goreng maka mayoritas minyak goreng Indonesia diproduksi oleh BUMN.
Bila demikian maka harga minyak goreng bisa dikontrol, diawasi dan dikendalikan oleh BUMN. Melakukan kontrol dalam arti positif, yakni tidak melakukan tindak monopoli, akan tetapi mengontrol agar harga minyak goreng terjangkau masyarakat.
Berdasarkan data rata-rata kebutuhan minyak goreng nasional selama ini sekitar 5,7 juta ton per tahun. Artinya, mulai periode tersebut, PalmCo bakal memenuhi sepertiga kebutuhan minyak goreng domestik. Produksi tersebut setara dengan pemenuhan dari 80% permintaan minyak goreng curah yang ditujukan untuk masyarakat menengah ke bawah. Untuk itu, PTPN hadir sesuai dengan tujuan BUMN yakni untuk memprioritaskan kepentingan nasional.
PalmCo, akan memberhasilkan proyek strategis nasional meningkatkan produksi minyak goreng dalam negeri dan meningkatkan produksi minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil dengan target pada tahun 2026 mampu memproduksi 1,8 juta ton minyak goreng. PalmCo dengan hilirisasi industri kelapa sawit membangun pabrik minyak goreng (Pamigo) dengan menjadikan perusahaan sawit terbesar di dunia.
PT Perkebunan Nusantara III (PTPN III) akan mengantarkan, PalmCo menjadi raksasa perkebunan, sejalan dengan langkah konsolidasi yang bakal dilakukan sebelum menghelat Initial Public Offering (IPO). Perseroan menargetkan mampu meraup dana segar Rp5 triliun hingga Rp10 triliun melalui IPO.
PTPN menunjuk Mandiri Sekuritas dan McKinsey sebagai penasihat aksi korporasinya tersebut. PalmCo ditargetkan IPO pada kuartal II-2023 atau kuartal III-2023. Target ini mempertimbangkan proses konsolidasi yang tengah berlangsung dan diharapkan rampung pada Oktober 2023.
PalmCo juga akan melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dimana PalmCo harus ikut Initial Offering Public (IPO) atau melakukan penawaran saham perdana. PalmCo harus sukses untuk mewujudkan IPO agar melantai di bursa saham. Bila terwujud maka PalmCo menjadi perusahaan public.
Harus diakui untuk mewujudkan PalmCo menjadi perusahaan public dibutuhkan banyak persyaratan dan membutuhkan dukungan teknologi, modal, marketing intelligent dan memiliki daya saing dengan produk yang telah lebih dulu diproduksi oleh negara lain. Persiapan yang baik, fokus dan totalitas serta Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkelas internasional, memiliki manajerial dan R&D yang andal dalam menghasilkan produk dengan benchmark.
Meminimalkan atau menghilangkan adanya kartel minyak sawit dimana Pemerintah harus tegas dalam mengawasi dimana aktifnya Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) sehingga persaingan bisnis berlangsung sehat sehingga perusahaan berkembang dan PalmCo, bisa berkembang pesat sesuai dengan mekanisme pasar. Sudah saatnya regrouping dan restrukturisasi direalisasikan agar kelapa sawit Indonesia menjadi yang terbaik dan terbesar di dunia, sudah tepat dibentuknya holding, PalmCo agar hilirisasi sawit dapat diimplementasikan.
Kebijakan pemerintah dinilai tepat membentuk PalmCo karena diprediksi akan menguntungkan perusahaan industri sawit. Bila menguntungkan perusahaan berarti perekonomian nasional akan berkembang maka perlu direalisasikan. Hal yang menguntungkan, pembentukan PalmCo bisa memberhasilkan program hilirisasi minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) di Indonesia.
Persoalan hari ini bahwa industri kelapa sawit nasional belum singkron antara hulu dan hilir maka dengan adanya PalmCo akan mengsingkronkan, menselaraskan antara hulu dan hilir dimana akan meningkatkan nilai tambah CPO dalam negeri. Saat ini, sedikitnya ada 47 produk turunan dari CPO akan tetapi belum berkembang dan belum komersil secara total. Bila dibandingkan dengan negara tetangga yakni Malaysia yang memiliki sedikitnya 100 jenis produk turunan CPO yang kesemuanya sudah bernilai komersil dimana telah dipasarkan di negaranya dan menembus pasar ekspor.
Dibentuknya PalmCo untuk hilirisasi prodak kelapa sawit maka nantinya produk turunan minyak sawit sangat bervariasi dan bernilai komersil. Contoh sederhana untuk produksi gula yang masih langka dari kelapa sawit dan prodak gula selama ini masih mengandalkan tebu. Sementara pada beberapa negara seperti Taiwan untuk prodak gula sudah mengandalkan kelapa sawit.
Tentunya PalmCo akan mengembangkan penelitian untuk hilirisasi kelapa sawit yang bisa dikomersilkan. Semakin banyak program hilirisasi CPO akan meningkatkan perekonomian nasional dan menghasilkan devisa negara dengan ekspor produk turunan yang dihasilkan.
Kini dengan hanya mengandalkan CPO ternyata hanya bisa mengumpulkan devisa ekspor tahun 2022 sebesar Rp530 triliun. Bila terjadi hilirisasi yang bervariasi maka dipastikan ekspor akan lebih besar. Untuk itu PT Perkebunan Nusantara (PTPN) bakal memasuki PalmCo. Holding Perkebunan Nusantara bakal membentuk dua subholding perusahaan berskala raksasa. Kedua, subholding tahap awal bergerak pada subsektor perkebunan kelapa sawit dan penjualan produk perkebunan, termasuk sawit.
Subholding sawit diberi nama PalmCo dan ada sejumlah PTPN subbidang perkebunan kelapa sawit masuk dalam PalmCo yakni PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V, VI, dan XIII akan bergabung ke dalam PTPN IV atau dikenal sebagai subholding PalmCo. Sedangkan PTPN II, VII, VIII, IX, X, XI, XII, dan XIV bergabung dalam PTPN I atau sebagai Subholding SupportingCo.
Penggabungan itu sejalan dengan rencana strategis pemerintah dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk mewujudkan ketahanan pangan dengan hilirisasi dan industrialisasi minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil yang akan memenuhi kebutuhan minyak goreng di Indonesia dari bahan kelapa sawit produksi dalam negeri. Tentunya, PalmCo akan meningkatkan produktivitas perkebunan dan kapasitas produksi komoditas olahan sawit dimana meningkatnya hasil panen Tandan Buah Segar (TBS) dan kapasitas produksi CPO, minyak nabati serta minyak goreng.
Dibentuknya PalmCo membuat banyak proyek yang harus dikerjakan seiring dengan kepentingan strategis nasional dan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat seperti pembangunan industri hilir biodiesel dengan kapasitas 450.000 ton refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) per tahun pada tahun 2025.
Program Mandatori Biodiesel 30 (B30) dan rencana Program B40, proyek pembangunan pabrik bio CNG yang dikerjakan hingga tahun 2024 melalui kerjasama kemitraan serta melakukan program peremajaan sawit rakyat (PSR) seluas 60.000 ha hingga tahun 2026. Dalam rangka mewujudkan target tersebut maka program percepatan PSR menjadi fokus total agar tidak terjadi ketimpangan produktivitas sawit dimana saat ini antara perusahaan dengan perkebunan sawit milik petani masih dibawah rata-rata nasional sebesar 4,4 ton per hektar.
Pemerintah akan merampungkan holding raksasa kebun kelapa sawit pada tahun 2023 dengan tujuan korporasi untuk menciptakan keseimbangan harga minyak goreng dalam negeri. Sehingga, saat harga minyak sawit mentah atau crude palm oil global berfluktuasi tidak berdampak pada harga dalam negeri. Itu untuk PalmCo, peran untuk minyak goreng karena mengelola minyak goreng dalam jumlah besar maka dibuat sub-holding PalmCo membuat pengadaan minyak goreng dan target PalmCo sebagai korporasi mengelola perkebunan plasma terbesar di dunia.@
***