Taiwan Luncurkan Drone Portabel Saat Tekanan China Meningkat

Drone Serang Portable - Taiwan
Drone Serang Portable - Taiwan

Taichung | EGINDO.co – Taiwan meluncurkan pesawat tanpa awak serang portabel pertamanya pada hari Selasa (14 Mei), sebuah pesawat tanpa awak yang mirip dengan model Amerika Serikat yang digunakan dalam perang Ukraina melawan Rusia, sementara China meningkatkan tekanan militer di pulau tersebut.

Sebanyak 23,5 juta penduduk Taiwan hidup di bawah ancaman invasi China, yang mengklaim negara demokrasi yang memiliki pemerintahan sendiri itu sebagai bagian dari wilayahnya yang akan direbut suatu hari nanti, dengan paksa jika perlu.

Gertakan Beijing telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping, dan invasi Rusia ke Ukraina telah memperdalam kekhawatiran di Taiwan bahwa China mungkin akan melakukan hal yang sama.

Baca Juga :  Perusahaan Taiwan Melanjutkan Produksi Di China

National Chung-Shan Institute of Science and Technology (NCSIST) yang dikelola militer pada hari Selasa memamerkan drone amunisi yang baru, yang mirip dengan Switchblade 300 buatan Amerika Serikat yang saat ini digunakan oleh tentara Ukraina.

Drone sekali pakai buatan Taiwan, yang dirancang cukup kecil untuk dibawa dalam ransel, dapat bertahan di udara selama 15 menit, menurut NCSIST.

“Karena ringan dan portabel, ini seperti granat besar yang bisa terbang,” kata Chi Li-pin, kepala divisi Penelitian Sistem Aeronautika NCSIST.

“Ini efektif untuk menyerang target di dekat pantai,” tambahnya, seraya menambahkan bahwa jarak terbang maksimumnya adalah 10 km.

Taiwan juga sedang mengembangkan drone serang “bunuh diri” generasi berikutnya, kata Chi, termasuk versi yang lebih besar yang dapat digunakan dalam serangan jarak jauh.

Baca Juga :  Tokoh Teknologi China Tidak Terlihat Saat Penyelidikan Resmi

Drone penyerang dapat melayang di udara sambil membawa bahan peledak sebelum menabrak target untuk melenyapkannya.

Ketegangan melonjak tahun lalu setelah Beijing meluncurkan latihan militer besar-besaran sebagai tanggapan atas kunjungan Ketua DPR AS saat itu, Nancy Pelosi, ke Taipei, yang oleh beberapa ahli dianggap sebagai latihan untuk invasi ke pulau itu oleh China.

Para sekutu telah mendesak Taiwan untuk mengadopsi “strategi landak” asimetris yang akan menyulitkan militer China yang lebih besar untuk menyerang, sebuah argumen yang telah didukung oleh pertahanan kuat yang dilakukan oleh pasukan Ukraina yang jauh lebih kecil terhadap Rusia.

Strategi itu menekankan pada pembelian sistem persenjataan yang relatif murah dan mudah dipindahkan, serta melatih warga sipil untuk berperang.
Sumber : CNA/SL

Bagikan :
Scroll to Top