Kemana Menggugat Jika ‘Celaka’ Karena Jalanan Rusak?

Pemerhati masalah transportasi dan hukum Akbp (P) Budiyanto SSOS.MH.
Pemerhati masalah transportasi dan hukum Akbp (P) Budiyanto SSOS.MH.

Jakarta|EGINDO.co Pemerhati masalah transportasi dan hukum Budiyanto mengatakan, Didalam undang – undang lalu lintas dan angkutan jalan Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan ( LLAJ ) telah diatur Pembina lali lintas dan angkutan jalan. Negara bertanggung jawab atas lalu lintas dan angkutan jalan dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah. Pembinaan lalu lintas dan angkutan jalan di bidang jalan dilakukan oleh Kementrian negara yang bertanggung jawab di bidang jalan.

Lanjutnya, Dalam pasal 22 ayat ( 1 ) disebutkan bahwa jalan yang dioperasikan harus memenuhi persyaratan laik fungsi secara teknis dan administrasi. Artinya bahwa jalan tersebut sudah melalui uji kelaikan fungsi jalan sesuai ketentuan yang berlaku dan sudah dijamin dari aspek keselamatan berlalu lintas. Secara administrasi bahwa jalan tersebut sudah sudah jelas statusnya: Jalan Desa, Jalan Kabupateen/ Kota, Jalan Provinsi dan Jalan Nasional.

Ia katakan, Pengelompokan tersebut untuk memudahkan pertanggungan jawab tentang pembangunan, pemeliharaan dan perawatan serta pertanggungan jawab yang lain dari aspek hukum. Dalam pasal 24 ayat ( 1 ) Penyelenggara jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas. Ayat ( 2 ) dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan jalan yang rusak, penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas.

ilustrasi jalan rusak

“Apabila terjadi kecelakaan karena diakibatkan oleh jalan rusak atau jalan berlubang akan ditangani sesuai dengan mekanisme penyidikan kecelakaan lalu lintas ( penentuan tersangka dan berkas lengkap kirim ke Kejaksaan dan Penetapan dari Pengadilan ),”ujarnya.

Mantan Kasubdit Bin Gakkum Polda Metro Jaya Akbp ( P ) Budiyanto SSOS.MH menjelaskan, Dasar hukumnya Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ), dan Undang – Undang lalu lintas dan angkutan jalan pasal 273 dari ayat 1 sampai dengan 4, dipidana penjara paling rendah 6 ( enam ) bulan dan paling tinggi 5 ( lima ) tahun atau denda paling rendah Rp 12.000.000 ( dua belas juta rupiah ) dan paling tinggi Rp 120.000.000 ( seratus dua puluh juta rupiah ). penetapan dari pengadilan atau berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata ( karena kelalaian wajib memberikan ganti rugi ).

Ungkapnya, Jika kecelakaan tersebut di jalan tol mengacu pada Peraturan Pemerintah nomor 15 tahun 2005 tentang jalan tol. Jadi jelas bahwa gugatan ditunjukkan ke Pemerintah ( PUPR ) dan apabila terjadi di jalan tol ke BPJT / Jasa Marga ). Kemudian untuk ketentuan apabila ada jalan rusak / berlubang siapa yang memperbaiki dan bagaimana sebelum diperbaiki dan siapa yang bertanggung jawab secara hukum sudah diatur dalam pasal 24 Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ ( sesuai dengan mekanisme penyidikan berdasarkan KUHAP dan Undang undang lalu lintas dan angkutan jalan ). Atau secara perdata ganti rugi dapat mengacu pada pasall 1365 KUHAP Perdata ( karena kelalaian wajib memberikan ganti kerugian ). Apabila kejadian di Jalan tol mengacu pada Peraturan Pemerintah nomor 15 tahun 2005 tentang jalan tol.

Pengamat transportasi dan hukum Budiyanto menyarankan,  apabila ada jalan rusak atau berlubsng segera diperbaiki dan apabila belum diperbaiki minimal diberi tanda atau rambu – rambu. Karena apabila tidak dilaksanakan dan terjadi kecelakaan akan berkonsekuensi kepada masalah hukum baik tuntutan pidana maupun perdata.

Sampaikan permasalahan tersebut kepada masyarakat agar mereka tahu dan hati- hati dalam berlalu lintas pada saat dihadapkan pada jalan yang rusak. “Publikasikan untuk di ketahui oleh masyarakat luas termasuk proses perbaikannya,”tutup Budiyanto.

@Sadarudin

Scroll to Top