Mekanisme Perdagangan Karbon PLT Batubara Di Indonesia

Indonesia luncurkan mekanisme perdagangan karbon
Karbon

Jakarta | EGINDO.co – Indonesia pada hari Rabu meluncurkan tahap pertama perdagangan karbon wajib untuk pembangkit listrik tenaga batu bara, sebagai bagian dari upaya ekonomi terbesar di Asia Tenggara untuk meningkatkan energi terbarukan dan mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060.

Batubara merupakan lebih dari separuh pembangkit listrik di Indonesia. Mekanisme perdagangan karbon tahap pertama akan mencakup 99 pembangkit listrik dengan total kapasitas terpasang 33,6 gigawatt yang terhubung langsung ke jaringan listrik milik Perusahaan Listrik Negara (PLN).

“Ada 500.000 ton setara CO2 yang siap diperdagangkan,” kata pejabat kementerian energi Mohamad Priharto Dwinugroho.

Angka tersebut mengacu pada perkiraan kelebihan emisi dari total 20 juta ton kuota emisi setara CO2 yang diberikan ke pembangkit listrik.

Baca Juga :  VinFast Vietnam Tarik Sepertiga Dari EV Untuk Ganti Sensor

Berdasarkan mekanisme tersebut, pembangkit listrik yang mengeluarkan karbon lebih banyak dari kuotanya dapat membeli kredit karbon dari pembangkit dengan emisi di bawah kuota atau dari pembangkit listrik terbarukan.

Dwinugroho mengatakan mekanisme pasar akan menentukan harga, tetapi menurut studi kementerian energi, harganya bisa berkisar antara $2 dan $18 per ton.

Perdagangan karbon Indonesia berlaku untuk pembangkit listrik dengan kapasitas minimal 100 MW. Menteri Energi Arifin Tasrif mengatakan, nantinya akan digulirkan ke pembangkit batu bara yang lebih kecil dan pembangkit listrik berbahan bakar fosil lainnya, serta pembangkit listrik yang tidak terhubung ke jaringan PLN.

“Carbon pricing merupakan salah satu kebijakan yang dapat meningkatkan efisiensi energi, mengurangi ketergantungan energi karbon, mengimpor energi dan dapat menjadi sumber pendapatan bagi perusahaan dan pemerintah,” kata Arifin saat peluncuran, menambahkan bahwa perdagangan karbon pada pembangkit listrik dapat mengurangi emisi karbon sebesar 36 juta ton pada tahun 2030.

Baca Juga :  Menteri Perdagangan AS-China, Pembicaraan Lebih Lanjut 2024

Arthur Simatupang, ketua asosiasi produsen listrik swasta Indonesia, mengatakan pembangkit listrik sekarang dapat menghasilkan uang dari upaya mereka untuk mengurangi emisi karbon.

Sebagai salah satu penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia, Indonesia tahun lalu menetapkan target yang lebih ambisius untuk mengurangi emisi karbon sebesar 31,89 persen dengan upaya sendiri, atau 43,2 persen dengan dukungan internasional, pada tahun 2030.

Itu dibandingkan dengan janji Perjanjian Paris 2015 untuk mengurangi emisi sebesar 29 persen atau 41 persen dengan bantuan internasional.

Pihak berwenang sedang mempelajari implementasi pertukaran karbon dan berencana untuk membentuk lembaga untuk memantau dan memverifikasi volume emisi.

Indonesia pada awalnya berencana untuk mengenakan pajak sisa emisi karbon yang belum diimbangi dengan kredit karbon, namun pelaksanaannya tertunda.
Sumber : CNA/SL

Bagikan :
Scroll to Top