Jakarta|EGINDO.co Permasalahan mendasar biang kemacetan di Jakarta sebenarnya akibat dari pertambahan kendaraan bermotor yang tidak terkendali di satu sisi, dan disisi lain Pemprov tidak mampu mengimbangi pembangunan infrastruktur atau panjang jalan untuk mengimbangi pertambahan kendaraan tersebut.
AKBP ( P ) Budiyanto, SSOS. MHÂ ( Pemerhati masalah transportasi dan hukum dari PP Polri Polda Metro Jaya ) mengatakan, permasalahan sangat komplek dan pelik dari mulai harga tanah yang mahal karena sudah dihuni oleh populasi pertambahan penduduk urbanisasi, perkantoran, pusat bisnis, gedung- gedung Pemerintahan, pengembangan sarana dan prasarana transportasi, dan pusat- pusat kegiatan masyarakat lainnya. Produk kendaraan bermotor tidak bisa dibatasi karena menyangkut masalah ketenagakerjaan, fiskal, dan target pertumbuhan penjualan kendaraan yang semua tidak lepas dari bagian dari indikator pertumbuhan ekonomi.
Ungkapnya, Pemerintah Pemprov sudah berupaya untuk mengatasi kemacetan dengan cara melakukan pembatasan kebutuhan lalu lintas dengan skema Ganjil – Genap, memaksimalkan kebutuhan manajemen transportasi massal dengan mengintegrasikan moda transportasi umum, baik secara pisik maupun tiketingnya dan perbaikan fasilitas pendukungnya halte dan fasilitas lainnya.

Dikatakan Budiyanto, MRT, LRT dan Transjakarta sudah terintegrasi dengan tiket yang relatif terjangkau Rp 10.000 ( sepuluh ribu rupiah ), Tranjakarta dengan Jak lingko sudah terintegerasi dengan harga tiket Rp 5000 ( lima ribu rupiah ). Diyakinkannya bahwa pembangunan fasilitas tersebut untuk mendorong masyarakat beralih ke angkutan umum. Namun apa yang terjadi bahwa belum sepenuhnya masyarakat tertarik untuk beralih ke angkutan umum.
“Buktinya sepeda motor dan kendaraan pribadi masih mendominasi aspal di jalan – jalan Jakarta,”ujarnya.
Perkembangan terakhir Pemprov DKI Jakarta membangun 10 ( sepuluh ) jalan tembus yang ada di Jakarta dengan alasan klasik untuk mengurai kemacetan. Pembangunan jalan tembus tidak bisa mengimbangi pertumbuhan kendaraan bermotor yang tidak terkendali. Menurut mantan Kasubdit Bin Gakkum Budiyanto hanya dapat menyelesaikan permasalahan yang sifatnya temporer saja. Karena kalau tidak ada upaya- upaya tersebut Jakarta akan mengalami stuck / kendaraan akan berhenti.
Lanjutnya, permasalahan yang mendasar pada permasalahan kemacetan adalah pertumbuhan kendaraan bermotor yang tidak terkendali di satu sisi, dan disisi lain Pemprov tidak mampu mengimbangi penyedian infrastruktur jalan dengan berbagai permasalahan yang pelik ( harga tanah mahal, ruang yang ada sudah penuh dengan perumahan, perkantoran, kantor pemerintahan, pusat – pusat bisnis / ekonomi, dan pusat kegiatan masyarakat lainnya).
“Pembatasan lalu lintas dengan skema Ganjil – Genap, pengintegrasian moda angkutan umum, dan pembangunan jalan tembus menurut hemat saya sebagai upaya jangka pendek dan temporer, karena jika tidak dilakukan upaya tersebut diatas, Jakarta lalu lintasnya akan mandeg/ stuck,”tegasnya.
Ia katakan, Permasalahan mendasar biang kemacetan di Jakarta tidak bisa diselesaikan secara parsial oleh Pemprov DKI Jakarta tapi harus koordinasi dan kolaborasi dengan Pemerintah Pusat. Produksi kendaraan bermotor dan pengembangan moda Transportasi akan bersinggungan erat antara Pemerintah Daerah dengan Pusat, ada KA, KRL, MRT, LRT, dan Transjakarta, serta Jak lingko dan sebagainya.
Penyelesaian kemacetan di Jakarta tidak mudah karena permasalahan moda transportasi ada yang menjadi otoritas pusat dan Daerah. “Sebagai renungan kita semua begitu peliknya mengatasi permasalahan kemacetan tersebut.”tutup Budiyanto.
@Sadarudin