Jakarta|EGINDO.co Mantan Kasubdit Bin Gakkum Polda Metro Jaya AKBP (P) Budiyanto S.Sos.MH menjelaskan, setiap anggota Kepolisian melekat kewenangan diskresi yang diatur dalam peraturan perundang – undangan baik dalam undang – undang tentang Kepolisian maupun dalam undang – undang lalu lintas dan angkutan jalan. Pasal 18 ayat 1 Undang – Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian, mengamanahkan bahwa setiap anggota Polri memiliki kewenangan untuk melakukan penilaian sendiri terhadap tindakan yang dilakukan untuk kepentingan yang lebih besar.
Ia katakan, Pasal 265 ayat ( 3 ) huruf c untuk melaksanakan pemeriksaan kendaraan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ), petugas Kepolisian berwenang untuk melakukan tindakan lain menurut hukum secara bertanggung jawab. Demikian juga yang diatur dalam pasal 5 angka 4 dan pasal 7 huruf j Undang – Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Independensi kewenangan diskresi tercermin dalam pelaksanaan tugas – tugas di lapangan. “Namun demikian tindakan diskresi tetap harus terukur dan tidak boleh menyimpang dari aturan yang ada karena semua akan berkonsekuensi terhadap pertanggungan jawab hukum,”ujarnya.
Pemerhati masalah transportasi dan hukum Budiyanto mengatakan, sesuai dengan pasal 13 Undang – Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian bahwa salah satu tugas pokok Kepolisian adalah Penegakan hukum. Bagaimana meletakkan kewenangan diskresi pada pelaksanaan penegak hukum agar tindakan kita lebih terukur dan bijak. Dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas dikenal istilah Represif justice dan Repressif non justice.
Dikatakannya, Penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas dengan cara Represif justice dengan menggunakan tilang, kemudian untuk non justice menggunakan blangko teguran. Untuk memberikan ruang kepada petugas melakukan penilaian sendiri terhadap jenis pelanggaran yang didapatkan di lapangan. Tugas ini juga merupakan implementasi dari pelaksanaan diskresi itu sendiri.
Pemerhati masalah transportasi dan hukum Budiyanto mengatakan, pelanggaran lalu lintas dibedakan: pelanggaran ringan – pelanggaran sedang – dan pelanggaran berat. Masing – masing pelanggaran tentunya akan memiliki bobot dan dampak terhadap permasalahan lalu lintas yang berbeda. Pada saat petugas secara kasat mata mendapatkan pelanggaran dapat menilai apakah ini pelanggaran ringan atau berat.
Ungkapnya, apabila pelanggaran tersebut dinilai ringan menurut hemat saya atas kewenangan diskresi dapat menggunakan teguran ( non justice/ penyelesaian diluar Pengadilan ) namun apabila pelanggaran tersebut masuk dalam golongan pelanggaran berat dengan terpaksa harus menggunakan tilang ( Represive justice / penyelesaian lewat Pengadilan ). Dalam tindakan ini sangat jelas bahwa tindakan diskresi dapat dijadikan sebagai landasan kita dalam melakukan penegakan hukum secara terukur dan bijak.
Tindak atau kewenangan diskresi ini sangat relevan juga dengan tugas pokok Polri sebagai pelindung, pengayom dan melindungi masyarakat. “Kegiatan penegakan hukum dengan cara mengedepankan kewenangan diskresi juga akan memberikan kontribusi secara tidak langsung dalam mewujudkan Pemeliharaan Keamanan Ketertiban Masyarakat ( Harkamtibmas ),”tutup Budiyanto.
@Sadarudin