Jakarta|EGINDO.co Kantor Wilayah Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Jakarta menyiapkan grand design (strategi besar) program pemberantasan mafia tanah. Dengan strategi ini, diharapkan dapat menutup celah terjadinya praktik mafia tanah.
“Sehingga dengan demikian dapat terhindar dari praktik mafia tanah yang sudah barang tentu mereka bekerja sangat rapih,” kata Kepala Kanwil BPN DKI Jakarta, Dwi Budi Martono kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Rabu (30/11/2022).
Dwi Budi Martono mengatakan strategi besar itu yaitu, pertama dengan membentuk satuan tugas (Satgas) pemberantasan mafia tanah bekerja sama dengan aparat penegak hukum dari Kejaksaan, maupun Polda Metro Jaya. Dari kerja sama tersebut, menurut dia sudah ada 5 (lima) kasus yang berhasil ditangani.
“Setiap tahun kita bersama Polda menetapkan target. Tahun ini ada empat yang kemudian kita tambah satu lagi menjadi lima,” papar Dwi Budi Martono.
Kelima kasus mafia tanah tersebut meliputi kasus yang menyangkut selebriti Nirina Zubir, kasus pertanahan di Petogogan, Petojo Selatan, Pegangsaan, dan Kalibata. 4 (empat) kasus di antaranya sudah tuntas ditangani, satu lagi masih dalam proses penanganan.
“Yang tuntas itu sudah sampai di pengadilan, malah ada yang sudah sampai ke tahap pemulihan. Jadi sertifikat hasil kerja sama mafia tanah sudah dibatalkan,” ujar Dwi Budi Martono.
Strategi kedua kata Dwi Budi Martono dengan membangun database melalui aplikasi Sentuh Tanahku, sehingga pemegang hak bisa memantau status tanahnya secara digital. Pihaknya juga telah menambah fitur baru di aplikasi Sentuh Tanahku yang dapat memudahkan pemegang hak.
“Bagi pemegang akun akan mendapatkan notifikasi bila terjadi transaksi di tanahnya. Kalau tidak benar bisa dimohonkan blokir di BPN,” terang dia.
Dia mengungkapkan bahwa sebagian besar kasus mafia tanah ini modusnya dengan menggunakan figur. Figur bohongan itu lalu menggunakan jasa notaris untuk memindahkan hak orang lain menjadi hak miliknya secara melawan hukum.
“Mudah-mudahan dengan aplikasi ini bisa memitigasi kejadian-kejadian mafia tanah yang dilakukan melalui figur. Sehingga kalau dia tidak berniat mengalihkan hak-nya, dia bisa mencegah kejahatan yang dilakukan oleh mafia tanah ini,” lanjut Dwi Budi Martono.
Masifnya kasus mafia tanah yang tersebar di berbagai wilayahnya ini dianggap sangat mengganggu indeks keamanan tanah pada kantor ATR/BPN. Menurut Dwi Budi Martono, harusnya sertifikasi tanah ini membuat pemegang hak merasa aman.
“Tentu saja mengganggu kinerja BPN mafia tanah ini. Dari 1,8 juta an sertifikat, 40 persen yang mafia tanah. Nah ini kan mengganggu indeks keamanan bidang tanah. Harusnya dari 1,8 juta sertifikat itu sudah terjamin semuanya,” katanya.
Sumber: rri.co.id/Sn