Jakarta | EGINDO.co – Bila pekerjaan memiliki keahlian, memiliki skill pasti dibayar mahal, bila kinerjanya bagus pasti dicari industriwan atau perusahaan. Bila tidak mempunyai keahlian, skill tidak dimiliki pekerja maka perusahaan tidak akan mau membayar pekerja dan tidak akan mempekerjakan pekerja itu.
Hal itu dikatakan doktor ekonomi yang juga pengamat sosial, ekonomi kemasyarakatan Dr. Rusli Tan, SH, MM kepada EGINDO.co Selasa (15/11/2022) di Jakarta menanggapi adanya usulan pengusaha untuk menerapkan No Work No Pay dalam mempekerjakan pekerja.
Rusli Tan menjelaskan pasar tenaga kerja itu tergantung ada job order. Artinya bila perusahaan itu produksinya meningkat maka perusahaan itu membutuhkan banyak pekerja untuk menghasilkan produksi, bila tidak maka perusahaan tidak membutuhkan tenaga kerja dan bahkan pekerja yang sudah bekerja akan dikurangi jumlahnya.
“Jadi tergantung ada job order seperti sekarang ini masih banyak orang merokok maka pabrik rokok tetap membutuhkan pekerja untuk memproduksi rokok,” katanya.
Disamping masih ada konsumen dari produksi yang diproduksi juga bersaing dalam kualitas atau mutu produksi terutama produk ekspor dan juga produksi atau perusahaan yang memiliki competitor tinggi sehingga pekerja yang dipekerjakan juga para pekerja yang berkualitas, memiliki skill, miliki kemampuan yang bagus dalam job ordernya.
Menurut Rusli Tan usulan pengusaha untuk “No Work No Pay,” hal itu sah-sah saja dan perusahaan memang membutuhkan produktivitas yang baik dan pekerja yang memiliki kemampuan skill yang baik akan menghasilkan produksi yang baik maka pasti dibayar mahal. “Jadi tergantung dari kemampuan dari pekerja itu sendiri dan ini menjadi pertimbangan bagi pekerja dan pengusaha,” kata Rusli Tan menegaskan.
Ditambahkannya, perusahaan akan berbondong-bondong mencari pekerja yang trampil yang berkualitas dan pasti dibayar mahal. “Tidak pernah saya dengar pekerja yang terampil sulit mendapatkan pekerjaan dan perusahaan pasti mempekerjakan pekerja yang berkualitas guna menghasilkan produksi yang baik untuk semua jenis pekerjaan yang menghasilkan produksi,” kata Rusli Tan menggaransi.
Sementara itu Kementerin Tenagakerja (Kemnaker) merespon usulan pengusaha itu tentang kebijakan no work no pay itu dengan mengusulkan harus didiskusikan terlebih dahulu dengan serikat pekerja.
Menurut Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja Dita Indah Sari kepada wartawan di Gedung Kemnaker RI, hal itu harus bicarakan dengan pihak serikat pekerja. Katanya kuncinya ada pada serikat pekerja, apakah serikat atau perwakilan pekerja di perusahaan setuju atau tidak, kuncinya ada pada serikat pekerja.
Pada kesempatan terpisah Marvel C. Siregar mantan Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) pada unit kerja Kahut industri pulp dan kertas di Medan kepada EGINDO.co mengatakan usulan pengusaha untuk “No Work No Pay,” sah-sah saja dan harus terlebih dahulu disosialisasikan kepada pekerja.
Marvel C Siregar justru lebih setuju digunakan “No Kontribution, No Pay” dan baiknya dengan sistem Yes Kontribution, Yes Pay sehingga diperoleh pekerja yang berkualitas dan memberikan kontribusi kepada perusahaan.
Katanya bila sistem No Work No Pay itu sesungguhnya mutlak hak pengusaha, hal itu karena bila tidak ada pekerjaan dari pengusaha maka pasti tidak ada pekerja.@
fd/timEGINDO.co