Teguran, Bagian Dari Represif Non Justicial

Pemerhati masalah transportasi & hukum AKBP (P) Budiyanto,SH.SSOS.MH.
Pemerhati masalah transportasi & hukum AKBP (P) Budiyanto,SH.SSOS.MH.

Jakarta|EGINDO.co      -Pemerhati Masalah Transportasi dan Hukum Budiyanto mengatakan, kewenangan Polri melakukan tindakan teguran tertulis terhadap pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan merupakan pelaksanaan kewenangan Polri dan mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Dikatakannya, Implementasi di lapangan dalam kewenangan diskresi Kepolisian di bidang peradilan pidana yang diberikan oleh Undang – Undang kepada setiap personil Polri, karena ada kaitannya dengan keadaan tertentu mengharuskan dilakukan tindakan mengesampingkan proses pidana tetapi harus dipertanggung jawabkan sebagaimana diatur dalam peraturang perundang – undangan.

Secara spesifik pelaksanaan kewenangan diskresi di bidang lalu lintas dan angkutan jalan menurut Budiyanto, diatur dalam pasal 260 ayat ( 1 ) huruf i Undang – Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang LLAJ (Lalu Lintas Angkutan Jalan), berbunyi: Dalam hal penindakan pelanggaran dan penyidikan tindak pidana. Penyidik Kepolisian, penyidik kepolisian Negara Republik Indonesia selain diatur di dalam kitab undang – undang Hukum acara pidana dan undang – undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia di bidang lalu lintas dan angkutan jalan berwenang “melakukan tindakan lain menurut hukum secara bertanggung jawab”.

Lanjutnya, tindakan edukasi dengan cara memberikan teguran, arahan kepada pelanggaran lalu lintas dalam menyikapi ditiadakan tilang manual sangat sejalan dengan semangat kewenangan melakukan tindakan lain, menurut hukum yang bertanggung jawab yang di implementasikan dalam tindakan diskresi Kepolisian yang melekat pada setiap anggota Polri.

Kata mantan Kasubdit Bin Gakkum Budiyanto, semangat edukasi dalam bentuk teguran terhadap pelanggaran lalu lintas adalah cara menyelesaikan perkara pelanggaran di luar Pengadilan agar terbentuk perilaku disiplin berlalu lintas. Pemberian tindakan teguran tertulis dibatasi dan hanya dilakukan untuk membangun budaya malu agar tidak mengulangi perbuatan serupa, membentuk pribadi yang mempelopori etika dan terbangunnya ” law abiding citizen pada masyarakat ( rasa sama – sama memiliki hukum yang berlaku ).

Teguran tertulis terhadap pelanggaran lalu lintas, ungkapnya, untuk menyelesaikan permasalahan dengan mengesampingkan proses pidana namun tetap harus dipertanggung jawabkan.

Tindakan ini masih tetap bagian dari proses penegakan hukum yang bersifat ” Represif non Justicial “.ujarnya.

@Sadarudin

Scroll to Top