Oleh: Fadmin Malau
Pelabuhan Indonesia (Persero) atau disingkat Pelindo adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada bidang jasa kepelabuhanan, yang merupakan operator pelabuhan terbesar di Indonesia.
Ketika penulis berkunjung ke gedung tua, milik Belanda dibangun Gubernur Christoffel van Swoll tahun 1652 di Sunda Kelapa, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Sejauh lima puluh meter dari bangunan gedung itu, ada menara Syahbandar.
Dahulu menara Syahbandar itu menara pengawas di atas benteng Culemborg. Menara pengawas untuk mengawasi kapal-kapal. Namun, setelah tahun 1886, menara pengawas itu tidak dipergunakan lagi sebab telah dibuka pelabuhan baru di Tanjung Priok.
Gedung tua itu kini jadi Museum Bahari, menyimpan koleksi yang berhubungan dengan kebaharian dan kenelayanan bangsa Indonesia dari Sabang hingga Merauke. Ada ratusan perkapalan sejak zaman kerajaan, zaman penjajahan hingga zaman sekarang, juga masih ada perahu asli. Museum Bahari jadi saksi bisu sejarah bahwa nenekmoyang bangsa Indonesia dulu pelaut tangguh.
Ketika masa pendudukan Belanda, Museum Bahari itu gudang untuk menyimpan dan mengepak hasil bumi, seperti rempah sebagai komoditas utama Belanda sangat laris di pasaran Asia dan Eropa. Ketika Indonesia Merdeka, gudang itu diambil alih, dipugar kembali dan pada 7 Juli 1977 diresmikan sebagai Museum Bahari.
Indonesia negeri dengan garis pantai yang panjang dan ribuan pulau dari Sabang sampai Marauke memiliki banyak pelabuhan tempat kapal berlabuh. Kini ada PT Pelabuhan Indonesia (Persero) yang pada masa penjajahan Belanda bernama perusahaan Haven Bedrijf.
Ketika Indonesia merdeka kurun waktu 1945-1950, Perusahaan Haven Bedrijf berubah menjadi Jawatan Pelabuhan. Lalu tahun 1969, Jawatan Pelabuhan berubah jadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diberi nama Perusahaan Negara Pelabuhan (PNP).

Lalu pada kurun waktu 1969-1983, PN Pelabuhan berubah menjadi Lembaga Pengusaha Pelabuhan (BPP). Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 tahun 1983 Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP) menjadi Perusahaan Umum Pelabuhan (Perumpel). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 1991 Perumpel berubah menjadi PT Pelabuhan Indonesia (Persero).
Lantas terdapat 10 lokasi pelabuhan dalam wilayah kerja PT. Pelindo I, II, III dan IV (Persero). Kesepuluh pelabuhan yakni Pelabuhan Gunung Sitoli atau Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Gunung Sitoli dan Pelindo I, Pelabuhan Sintete (KSOP Sintete dan Pelindo II), Sumbawa (KSOP Badas dan Pelindo II), Lombok Barat (KSOP Lembar dan Pelindo III), Kota Bima (KSOP Bima dan Pelindo III), Bungkutoko (KSOP Kendari dan Pelindo IV), Sorong (KSOP Arar dan Pelindo IV), Bitung (KSOP Bitung dan Pelindo IV), Manokwari (KSOP Manokwari dan Pelindo IV) serta Merauke (KSOP Merauke dan Pelindo IV.
Akhirnya bertransformasi operasional, Pelindo I, II, III dan IV terintegrasi menjadi satu Pelindo. Pemerintah mengumumkan dalam konferensi pers secara daring pada 1 September 2021 lalu di Jakarta, Rancangan Penggabungan PT Pelabuhan Indonesia I, II, III, IV (Persero) yakni empat BUMNegara bidang Pelabuhan berintegrasi menjadi satu.
Adapun tujuan pelabuhan berintegrasi menjadi satu untuk mewujudkan industri pelabuhan nasional yang kuat, tangguh dan adanya konektivitas maritim seluruh Indonesia dengan target meningkatkan kinerja dan daya saing bidang kepelabuhanan di dunia internasional.
Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penggabungan BUMN pelabuhan itu berlaku efektif dengan ditandatangani Akta Penggabungan. Pelindo digabung agar mudah dikontrol dan dikendalikan serta lebih holistik untuk jaringan pelabuhan.
Disamping itu menurunkan biaya logistik. Penggabungan Pelindo atau Pelindo terintegrasi dikelola berdasarkan lini bisnis dan fokus mengembangkan potensi bisnis. Peluang potensi bisnis menjadi besar karena fokus kepada klaster-klaster bisnis meningkatkan keahlian dan kepuasan pelanggan berdasarkan kualitas layanan yang baik. Disamping itu efisien penggunaan sumber daya manusia, sumber daya keuangan dan aset.
Pelindo paska merger mampu menguasai pasar global dengan penguatan ekonomi nasional, Pelindo menjadi operator terminal peti kemas terbesar ke-8 di dunia dengan total throughput peti kemas sebesar 16,7 juta TEUs.
Selanjutnya, Pelindo melakukan terobosan melalui modernisasi pelabuhan sebagai upaya peningkatan layanan. Pengembangan pelabuhan meliputi penataan terminal multipurpose dengan melakukan perluasan dermaga untuk peti kemas dan general cargo, perluasan dermaga ferry, pembangunan container yard. Lalu dilakukan perkuatan dermaga, trestle, breasting dolphin dan pemasangan crane dermaga (fix crane).
Dalam percepatan proses layanan di pelabuhan, Pelindo telah melakukan uji coba penerapan Autogate System di Terminal Peti Kemas (TPK). Tujuannya untuk meningkatkan pelayanan receiving/delivery peti kemas domestik dan internasional kepada para pengguna jasa. Penerapan Autogate System merupakan wujud komitmen Pelindo untuk memberikan layanan yang lebih cepat dan efisien untuk meningkatkan kinerja logistik.
Ketika paska merger, Pelindo menerapkan Autogate System dengan tujuan untuk mendukung program National Logistic Ecosystem (NLE) dimana NLE adalah ekosistem logistik yang menyelaraskan arus lalu lintas barang dan dokumen internasional sejak kedatangan sarana pengangkut hingga barang tiba di gudang, berorientasi pada kerja sama antar instansi pemerintah dan swasta, melalui pertukaran data, simplifikasi proses, penghapusan repetisi dan duplikasi.
Penerapkan Autogate System didukung dengan sistem teknologi informasi yang baik yakni mencakup seluruh proses logistik dan menghubungkan sistem-sistem logistik yang ada. Tentunya NLE sebagai single platform yang dapat diakses oleh pengguna jasa, dimana program NLE membuat data kepabeanan dan kepelabuhanan terintegrasi. Akhirnya Pelindo mampu melayani semua stakeholders dalam menjalankan proses bisnisnya.
Paska merger, Pelindo bersinergitas menjadi pelabuhan di Indonesia untuk menyatukan ribuan pulau yang dipisahkan oleh laut dan selat. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) menjadi ujung tombak menyatukan ribuan pulau itu dalam memutar roda perekonomian nasional.
Hal itu wajar karena wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan lintasan pelayaran internasional sehingga paska merger Pelindo dapat memperkokoh NKRI dari segi sosial, ekonomi, pertahanan dan keamanan.
Faktanya keberadaan Pelindo memperkokoh NKRI dari segi sosial, ekonomi, pertahanan dan keamanan dikarenakan Pelindo merupakan pelayanan meliputi pelayanan kapal, pelayanan barang, pelayanan penumpang dan jasa kepelabuhanan lainnya yang terkait dengan nasional dan internasional.
Indonesia negara dengan kepulauan dan memiliki laut dan selat yang banyak sehingga dari delapan penjuru mata angin bisa dimasuki kapal-kapal dari negara lain. Untuk itu Pelindo paska merger menjadi terintegrasi dari Sabang sampai Marauke. Contohnya Pelindo I di pantai barat Sumatera Utara dan pantai timur Sumatera Utara, dimana Pantai timur dengan Selat Malaka sebagai lokasi strategis karena Selat Malaka merupakan selat paling banyak dilintasi kapal-kapal.
Kini, Pelindo paska merger telah terintegrasi dari Pelindo I hingga Pelindo IV menjadikan pelabuhan yang profesional, bersih dan transparan. Artinya, Pelindo dalam menjalankan operasional jasa pelabuhan selalu berkomitmen menyediakan layanan kepelabuhanan yang profesional, bersih dan transparan dengan mengacu pada prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance).
Transformasi operasional pelabuhan paska merger menjadi Corporate Value yang menjalankan bisnis dengan amanah, kompeten, harmonis, loyal, adaptif dan kolaboratif. Paska merger pelabuhan menjadi profesional sebab dilakukan Good Corporate Governance dan diimplementasikan Corporate Value oleh semua sumber daya manusia yang ada di Pelindo.
Paska merger Pelabuhan Indonesia kini seluruh stakeholders dan pengguna layanan kepelabuhanan menjadi tegas menolak semua bentuk suap, pungli dan gratifikasi. Hal itu dilakukan untuk mencapai sinergi dan integrasi Pelabuhan Indonesia dari timur ke barat dalam peningkatan pelayanan pelabuhan yang mudah dikontrol dan dikendalikan. Semoga.@
***