Jakarta | EGINDO.co – Bantuan sosial (Bansos) akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi kalau dihitung per harinya mendapat Rp 5 ribu per hari per keluarga, apakah itu cukup untuk menanggulangi kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi dalam satu keluarga di Indonesia. Harga-harga kebutuhan pokok belum BBM naik saja sudah naik lebih dari lima ribu rupiah.
Hal itu dikatakan doktor ekonomi yang juga pengamat sosial, ekonomi kemasyarakatan Dr. Rusli Tan, SH, MM kepada EGINDO.co Rabu (31/8/2022) di Jakarta tentang program Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebagaimana dikatakan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam keterangan persnya, Senin (29/8/2022) lalu.
Bansos diberikan sejalan dengan rencana pengumuman kenaikan harga BBM bersubsidi maka Pemerintah memastikan bahwa program Bantuan Subsidi Upah (BSU) atau subsidi gaji akan disalurkan.
Dirinci Rusli Tan dari bantuan sebesar Rp600 ribu per keluarga itu selama 4 bulan maka satu bulan per keluarga mendapat Rp150.000 kemudian dibagi 30 hari maka mendapat Rp5000 per hari per keluarga.
Menurutnya bantuan tersebut tidak mungkin bisa mengatasi kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang terus melambung tinggi. Hitung-hitungan ekonominya tidak mungkin dengan bantuan tersebut dapat menanggulangi beban yang ditanggung masyarakat.
Menurut Rusli Tan, bantuan atas kenaikan harga BBM bersubsidi itu bukan solusi yang baik karena tidak mungkin mengatasi masalah dan justru bisa menimbulkan masalah seperti yang sudah-sudah. Hal itu karena penyaluran Bansos selalu bermasalah, rawan dikorupsi oleh pihak-pihak tertentu. “Ini sudah sering terjadi, apakah presiden begitu yakin dana Bansos itu sampai kepada yang membutuhkannya, nanti muncul lagi kasus yang ditangani KPK masalah korupsi Bansos,” kata Rusli Tan.
Kata Rusli Tan, bantuan yang diberikan kepada orang yang bekerja formal yang memiliki gaji maksimal Rp3,5 juta per bulan yang tercatat di BPJS tenaga kerja juga kurang tepat sebab yang paling terdampak itu adalah orang-orang yang bekerja pada sektor non-formal seperti pedagang asongan, pedagang makanan, tukang ojek, supir angkot, buruh bangunan karena dengan naiknya BBM bersubsidi maka semua kebutuhan pokok akan naik dan kebutuhan pokok merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi semua masyarakat tanpa terkecuali.
“Pemerintah selalu melakukan hal-hal yang kurang tepat dan tidak tepat. Hal yang tepat itu sangat sederhana yakni BBM bersubsidi tidak perlu naik sebab akan mempengaruhi harga-harga kebutuhan pokok. Pemerintah kini memiliki pemasukan negara sangat banyak, sangat besar dari ekspor. Contoh harga ekspor batubara sudah 400-san, gas dan lainnya. Inikan devisa negara sangat besar dan uang dari ekspor itu kemana,” kata Rusli Tan mempertanyakan.
Menurutnya pemerintah harus melihat kondisi yang ada, bila devisa negara nilainya cukup besar atau pemasukan negara cukup besar mengapa harus menaikkan harga BBM di dalam negeri dengan resiko besar terhadap roda perekonomian masyarakat Indonesia. “Ini mengerikan. Sangat mengerikan. Bagaimana nanti perekonomian Indonesia dalam kondisi inflasi tinggi,” kata Rusli Tan mengingatkan.@
Fd/TimEGINDO.co