Oleh: Fadmin Malau
Generasi bebas Stunting, keinginan semua kita bangsa Indonesia. Apa itu Stunting? Jika dikatakan Stunting, banyak masyarakat tidak mengerti, tidak paham apa itu stunting.
Stunting hanya sebuah istilah yang artinya masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.
Bila dikatakan kurang gizi, banyak masyarakat yang paham dan mengerti dalam artinya kurang makanan yang bergizi. Bila ditanya apa itu makanan bergizi, banyak masyarakat yang mengartikan makanan yang enak-enak, makanan yang mahal-mahal.
Memang stunting lebih luas, bukan sekadar kurang gizi akan tetapi juga ada faktor lingkungan, faktor pola asuh anak dan kondisi sanitasi serta ketersedian air bersih. Namun, hal ini belum dipahami banyak masyarakat.
Bila ditemukan kondisi tubuh anak yang pendek, pertumbuhan badan yang kurang normal merupakan adanya stunting. Namun, kondisi anak yang demikian banyak masyarakat menilai itu disebabkan faktor keturunan (genetik) dari kedua orang tuanya. Anggapan stunting disebabkan faktor keturunan maka banyak masyarakat menerima kondisi itu dengan tidak melakukan tindakan apapun, kecuali pasrah melihat kondisi anak yang demikian.
Secara medis, stunting bukan disebabkan faktor keturunan. Ternyata genetika merupakan faktor determinan kesehatan yang paling kecil pengaruhnya terhadap stunting. Faktor yang mempengaruhi stunting adalah faktor perilaku, faktor lingkungan, faktor sosial, ekonomi, budaya, dan politik serta masih minimnya pelayanan kesehatan yang baik.
PT Japfa Comfeed Indonesia, Tbk (JAPFA) memberikan komitmen dalam menyediakan bahan makanan protein hewani untuk mendukung pemenuhan gizi dan kesehatan masyarakat Indonesia. Sebagai perusahaan agribisnis berstandar internasional, JAPFA berupaya memperkuat strategi ketahanan pangan nasional. Hal ini diakui Direktur Corporate Affairs JAPFA Rachmat Indrajaya.
Dikatakannya, JAPFA mendukung sepenuhnya program penguatan ketahanan pangan nasional melalui upaya konsisten dalam menjamin penyediaan protein hewani berkualitas dengan harga terjangkau untuk memenuhi gizi masyarakat.
Mengutip data dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menyebutkan, tingkat konsumsi daging masyarakat Indonesia pada 2017 rata-rata 1,8 kg untuk daging sapi dan 7 kg daging ayam. Angka tersebut masih jauh di bawah rata-rata tingkat konsumsi dunia yang mencapai 6,4 kg daging sapi dan 14 kg daging ayam (OECD, 2018). Dengan demikian tingkat konsumsi protein di Indonesia masih tergolong rendah.
Berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Desember 2019 menyebutkan tingkat konsumsi ikan di Indonesia adalah 50,49 kg dari target 54 kg per kapita pada 2019. Artinya juga masih rendah.
Dalam siaran persnya Direktur Corporate Affairs JAPFA Rachmat Indrajaya menyebutkan upaya yang dilakukan perusahaan menjamin keamanan dan kualitas daging ternak mulai dari penyembelihan dengan menerapkan metode ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal).
Sedangkan untuk produk perikanan, budidaya dilakukan secara berkelanjutan dengan pakan apung berkualitas tinggi, juga pada saat panen diangkut dalam kondisi hidup sebelum dilakukan proses pengolahan. Dalam upaya menjaga kesegaran bahan baku daging dan ikan, JAPFA menggunakan teknologi cold storage dan mengaplikasikannya sesuai standar keamanan pangan domestik dan global. JAPFA konsisten menyediakan beragam produk kaya akan protein hewani dengan harga terjangkau.
Memang menjadi sangat penting mengonsumsi protein hewani sebagai upaya pencegahan stunting. Belum ada zat gizi yang menggantikan peranan protein dalam membantu pertumbuhan dan proses regenerasi sel tubuh manusia. Hal itu karena protein hewani mengandung lebih lengkap dan lebih banyak asam amino esensial dan itu dibutuhkan oleh tubuh manusia. Kekurangan konsumsi protein hewani dapat menyebabkan permasalahan gizi yang serius, salah satunya stunting.
Memang sesungguhnya faktor-faktor yang menyebabkan stunting itu dapat dicegah dan diatasi dengan memperbaikan faktor-faktor penyebabnya. Faktor sosial, ekonomi, budaya, dan politik merupakan faktor yang bisa dicegah dan diatasi dimana saat ini pemerintah fokus melakukan pencegahan stunting. Tujuannya agar generasi atau anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal.
Tentu saja bila anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal akan melahirkan generasi Indonesia yang tangguh dan andal. Alasannya karena memiliki kemampuan emosional, sosial dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi pada level global. Untuk itu yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting yakni perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih. Masalah kesehatan menjadi hal yang utama dalam mencegah terjadinya stunting.
Akar dari masalah stunting berkaitan erat dengan masalah ekonomi, politik, sosial, budaya, kemiskinan, kurangnya pemberdayaan perempuan, serta masalah degradasi lingkungan. Dalam pencegahan stunting menjadi peran semua pihak dan semua sektor serta tatanan masyarakat. Hal itu karena stunting menyangkut tentang pola hidup manusia dan hal itu menjadi keterlibatan semua orang.
Stunting berkaitan dengan masalah gizi maka pola makan menjadi sangat penting. Anak-anak tentu makannya adalah di rumah. Pola makan keluarga sangat menentukan tumbuh kembang anak. Pola makan menjadi menentukan sebab masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam.
Asupan gizi berimbang yang diperoleh anak sangat ditentukan dengan pola makan dalam keluarga si anak. Sudah terbukti, anak-anak dalam masa pertumbuhan, memperbanyak sumber protein sangat diharapkan maka kebiasaan mengonsumsi buah dan sayur menjadi penting. Artinya pola makan empat sehat, lima sempurna harus diperoleh si anak dalam keluarganya.
Tegasnya pola makan dalam sebuah keluarga harus memenuhi sumber protein, baik nabati dan hewani serta dengan proporsi lebih banyak daripada karbohidrat. Kondisi ini tentu menyangkut masalah ekonomi, sosial, budaya dalam keluarga. Stunting itu menyangkut kondisi sejak dini si anak maka stunting dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola asuh yang kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan Balita.
Pola asuh yang baik terkait dengan pendidikan, pengetahuan bagi para ibu rumah tangga, bagi para ibu dengan bayi dan balitanya. Pola asuh yang baik maka si ibu haru memiliki pengetahuan tentang kesehatab reproduksi dan gizi. Para calon ibu dan para ibu harus memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi saat hamil dan stimulasi bagi janin, serta memeriksakan kandungan empat kali selama kehamilan.
Stunting juga dipengaruhi kondisi usapan gizi bagi calon bayi. Artinya, kesehatan ibu dan calon bayi harus baik hingga pada saat bersalin atau melahirkan sebaiknya mendapat fasilitas kesehatan yang baik. Ketika bayi lahir maka si ibu melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan si ibu harus memastikan bayi mendapat colostrum Air Susu Ibu (ASI) yang minimal bayi mendapat ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan. Makanan pendamping ASI baru diberikan setelah berusia lebih dari 6 bulan akan tetapi ASI tetap diberikan sampai bayi berusia 2 tahun.
Pola sehat bayi harus diperhatikan dengan memperhatikan tumbuh kembangnya bayi yang mana pemerintah telah mempersiapkan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) pada semua desa di Indonesia dan si ibu memeriksakan bayinya setiap bulan. Memeriksakan kesehatan bayi dan memberikan imunisasi agar bayi atau anak mendapatkan kekebalan dari penyakit berbahaya. Dalam hal imunisasi pemerintah telah menjamin ketersediaan dan keamanannya.
Untuk itu masyarakat harus memanfaatkannya dengan baik karena untuk untuk mendapatkannya tidak dipungut biaya di Posyandu atau Puskesmas. Memang pola asuh dan status gizi sangat dipengaruhi oleh pemahaman orang tua atau seorang ibu dalam mengatur kesehatan dan gizi pada keluarganya. Untuk itu, edukasi diperlukan agar dapat mengubah perilaku yang bisa mengarahkan pada peningkatan kesehatan gizi atau ibu dan anaknya.
Masih masalah edukasi, bukan saja untuk ibu rumah tangga akan tetapi semua anggota keluarga. Hal itu dalam menciptakan lingkungan keluarga yang bersih dan sehat. Sanitasi dan akses air bersih harus dimiliki. Lingkungan yang tidak bersih, sanitasi dan akses air bersih yang buruk akan mendekatkan anak pada risiko ancaman penyakit infeksi.
Stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia maka dari itu harus mengenal Stunting dengan baik dan benar. Stunting bukan karena turunan akan tetapi semua orang bisa kena dan semua orang bisa mencegah serta mengatasinya. Perlu semua orang mengenal Stunting dengan baik berdasarkan gejala-gejalanya yakni, wajah tampak lebih muda dari anak seusianya, pertumbuhan tubuh dan gigi yang terlambat, memiliki kemampuan fokus dan memori belajar yang buruk.
Ketika beranjak remaja, pubertas yang lambat. Berat badan lebih ringan untuk anak seusianya. Ketika menginjak usia 8 hingga10 tahun, anak cenderung lebih pendiam dan tidak banyak melakukan kontak mata dengan orang sekitarnya. Hal ini acapkali dikatakan sudah sifat dari si anak yang pemalu. Hal itu tidak benar dan pada tahap selanjutnya mengganggu pertumbuhan fisik anak dan juga mengalami gangguan perkembangan otak sehingga memengaruhi kemampuan dan prestasi si anak.
Tegasnya, anak yang menderita stunting akan memiliki riwayat kesehatan buruk dimana daya tahan tubuh anak buruk. Disamping mengenal gejala-gejala stunting juga harus semua orang mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan Stunting karena stunting masalah kesehatan yang membahayakan. Untuk itu mengetahui faktor-faktor penyebab stunting sangat penting.
Faktor penyebab stunting diantaranya kurang gizi dalam waktu lama. Hal ini bisa terjadi tanpa disadari. Anak bisa kurang gizi sejak dalam kandungan. Hal itu karena sang ibu tidak memiliki akses terhadap makanan sehat dan bergizi sehingga janinnya kekurangan nutrisi. Rendahnya asupan vitamin dan mineral yang dikonsumsi ibu memengaruhi kondisi malnutrisi janin.
Setelah bayi lahir, sebaiknya ibu dan bayi menerima perawatan pasca melahirkan. Sangat dianjurkan juga bagi bayi untuk langsung menerima asupan ASI agar dapat memperkuat sistem imunitasnya. Perawatan pasca melahirkan dianggap perlu untuk mendeteksi gangguan yang mungkin dialami ibu dan anak pasca persalinan. Disamping itu saat kehamilan, seorang ibu tidak boleh mengalami tekanan mental karena akan berpengaruh pada kondisi kesehatan anak yang dikandung. Jika seorang ibu mengalami gangguan mental dan hipertensi dalam masa kehamilan, risikonya anak bisa menderita stunting.
Bagaimana mencegah Stunting? Jawabnya, solusinya dilakukan sejak ibu hamil sudah dilakukan pencegahan dengan ibu hamil yang sehat. Tujuannya agar calon bayi yang akan lahir dapat lahir dengan baik dan sehat. Setelah lahir dapat tumbuh, berkembang dengan baik. Artinya, tindakan preventif dapat dilakukan mencegah stunting sejak dini, sejak dalam kandungan hingga lahir, bayi dan anak-anak.
Untuk itu semua pihak harus terlibat dan mengetahui apa itu stunting. Bila semua pihak mengetahui, memahami stunting maka stunting dapat diatasi dengan baik. Kini pemerintah Indonesia berupaya meningkatkan konsumsi protein hewani dimana Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terus menyerukan kampanye meningkatkan konsumsi protein hewani untuk pencegahan stunting.
Stunting menjadi tugas dan tanggungjawab semua masyarakat Indonesia, bukan hanya tugas pemerintah semata dan JAPFA sebagai pihak swasta aktif mempromosikan konsumsi gizi seimbang melalui peningkatan konsumsi protein hewani. Semoga!
***
Â