Jakarta | EGINDO.co – Pajak karbon diharapkan dapat mengubah perilaku para pelaku ekonom dimana beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon. Hal ini menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu dalam keterangan tertulisnya yang dikutip EGINDO.co kemarin.
Menurutnya, pelaksanaan pajak karbon telah diatur melalui UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dimana juga pajak karbon perlu diterapkan untuk menambah penerimaan APBN dan sebagai instrumen pengendalian iklim dan menciptakan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Untuk itu pajak karbon ada aturan teknis berupa tarif dan dasar pengenaan, cara penghitungan, pemungutan, pembayaran atau penyetoran, pelaporan, serta peta jalan pajak karbon. Ada aturan seperti batas atas emisi untuk subsektor PLTU dan tata cara penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) pada pembangkit tenaga listrik akan ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Disamping itu juga ada tata laksana penyelenggaraan NEK dan Nationally Determined Contributions (NDC) oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) dan Komite Pengarah Nilai Ekonomi Karbon di bawah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Aturan turunan itu penting agar instrumen pengendalian iklim berjalan optimal. Adanya penyusunan peta jalan (roadmap) pajak karbon yakni memuat strategi penurunan emisi karbon dalam NDC, sasaran sektor prioritas, keselarasan dengan pembangunan energi baru terbarukan, dan keselarasan dengan peraturan lainnya.
Untuk itu dalam implementasinya, pemerintah akan memperhatikan transisi yang tepat agar penerapan pajak karbon dan pengenaan pajak karbon akan dilakukan bertahap dengan memperhatikan prioritas dalam pencapaian target NDC, perkembangan pasar karbon, kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi Indonesia.
Tujuannya, agar pengenaan pajak karbon yang berlaku di Indonesia dapat memenuhi asas keadilan (just) dan terjangkau (affordable) serta tetap mengutamakan kepentingan masyarakat. Pemerintah akan menerapkan pajak karbon ketika regulasi dan kesiapan sektor ketenagalistrikan sebagai sektor pertama yang akan dikenakan pajak karbon sudah lebih siap. Kesiapan penting agar tujuan inti dari penerapan pajak karbon memberikan dampak yang optimal.
Menurut Febrio Kacaribu pemerintah terus berupaya menurunkan emisi karbon sesuai dengan target Nationally Determined Contribution (NDC). Pemerintah menargetkan penurunan emisi karbon sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada 2030.
Adanya upaya penurunan emisi tersebut membutuhkan dukungan dari sisi pendanaan baik melalui skema belanja pemerintah maupun sumber-sumber pendanaan lainnya yang sesuai regulasi. Untuk itu Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon yang mengatur skema carbon pricing (carbon trading dan carbon offset), pembayaran berbasis kinerja (result-based payment/RBP), pungutan atas karbon seperti pajak karbon dan PNBP.@
Bs/TimEGINDO.co