Apa Penyebab Rusia Dan Ukraina Berperang ?

Ketegangan diperbatasan Rusia dan Ukraina
Ketegangan diperbatasan Rusia dan Ukraina

Jakarta | EGINDO.co 21 Februari 2022, Presiden Rusia, Vladimir Putin mengakui kemerdekaan Donetsk (DPR) dan Luhansk (LRP). Padahal kedua wilayah ini berada dibawah kekuasaan Ukraina. Akhirnya Rusia benar-benar menyerang Ukraina. Presiden Vladimir Putin mengumumkan operasi militer secara resmi Kamis (24/2/2022).

Apa latar belakang dari seluruh kejadian ini ?
Ketika Perang Dingin terjadi, sebelum 1990, Ukraina dan Rusia bersatu dalam sebuah negara federasi bernama Uni Soviet. Negara komunis yang paling kuat saat itu. Uni Soviet setelah memiliki pengaruh di belahan timur Eropa apalagi setelah jatuhnya Jerman Timur. Karena kuatnya pengaruh Uni Soviet, Eropa bagian timur menjadi negara-negara komunis.
Pada 1991, Uni Soviet akhirnya bubar. Banyak spekulasi yang mengatakan bahwa pecahnya Uni Soviet juga dipengaruhi oleh negri Barat. Di tahun yang sama, Ukraina memutuskan untuk memerdekakan diri dari Uni Soviet dalam sebuah referendum. Presiden Rusia pada saat itu adalah Boris Yeltsin, menyetujui hal tersebut.

Rusia, Ukraina dan Belarusia membentuk sebuah persekutan yang dibernama Commonwealth of Independent States (CIS). Tak lama berdiri, perpecahan akhirnya terjadi. Ukraina menilai bahwa Commonwealth of Independent States (CIS) hanya sebuah upaya Rusia untuk tetap mengendalikan anggota CIS di bawah Kekaisaran Rusia. Hampir sama dengan Uni Soviet yang sudah dibubarkan tersebut.

Mei 1997, Rusia dan Ukraina kembali menandatangani perjanjian persahabatan. Salah satu kesepakatannya adalah Rusia diizinkan untuk mempertahankan kepemilikan mayoritas kapal di armada Laut Hitam yang berbasis di Krimea Ukraina dan Rusia harus membayar Ukraina biaya sewa karena menggunakan Pelabuhan Sevastopol.

Baca Juga :  Rusia Minta Pasukan Ukraina Di Mariupol Letakkan Senjata

Pada tahun 2014, Rusia dan Ukraina kembali memanas dengan munculnya revolusi menentang supremasi Rusia. Massa anti Rusia berhasil melengserkan presiden Ukraina kala itu yang pro-Rusia, Viktor Yanukovych dan Rusia memanfaatkan kekosongan kekuasaan untuk mengambil wilayah Krimea. Rusia juga mendukung separatis di Ukraina timur, yakni Donetsk dan Luhansk, untuk menentang pemerintah Ukraina. Kerusuhan bersar sempat terjadi dan perdamaian pun akhirnya disepakati pada tahun 2015 dengan kesepakatan Minsk.

Hasil dari revolusi ini akhirnya memunculkan keinginan Ukraina untuk bergabung dengan Uni Eropa (UE) dan NATO. Keinginan ini membuat Presiden Putin marah karena Putin khawatir jika Ukraina masuk menjadi anggota NATO maka NATO akan mendirikan pangkalan militer di Ukraina yang tentu saja sangat mengancam bagi Rusia. Putin juga melihat bahwa hubungan sejumlah negara Eropa Timur dengan NATO semakin erat.

Pada November 2021, Isu serangan Rusia ke Ukraina mulai muncul. Sebuah citra satelit menunjukkan penumpukan pasukan Rusia dalam jumlah besar di perbatasan Rusia dengan Ukraina. Negara barat memprediksi ada 100.000 tentara Rusia serta tank perang dan perangkat keras militer lainnya mulai bergerak ke perbatasan Ukraina. Intelijen Barat meyakini bahwa Rusia akan menyerang Ukraina.

Baca Juga :  Ukraina Berhasil Gagalkan Serangan Rudal Rusia di Ibu Kota

Setelah mobilisasi tersebut, Rusia mulai melakukan latihan militer besar-besaran sejak awal Januari 2022. Latihan ini juga dilakukan di darat, laut dan udara. Tak main main, latihan ini juga melibatkan Belarusia, negara tetangga sekaligus sekaligus sekutu dari Rusia.

Namun Rusia membantah akan menyerang Ukraina dan putin hanya menyampaikan beberapa poin sebagai alasan untuk melakukan mobilisasi militer tersebut. Salah satu poin yang penting adalah NATO harus menghentikan semua aktivitas militer di Eropa Timur dan Ukraina. Rusia meminta aliansi tersebut untuk tidak pernah menerima Ukraina atau negara-negara bekas Soviet lainnya sebagai anggota.

Kabar yang menggembirakan pun keluar. Pada 15 Februari, Putin menegaskan akan menarik semua pasukan dari perbatasan. Ia mengatakan ini saat konferensi pers bersama Kanselir Jerman Olaf Scholz di Moskow, Rusia. Putin mengatakan, Rusia tidak menginginkan perang. Menurut dia, Rusia siap mencari solusi dengan Barat.

“Kami siap untuk bekerja sama lebih jauh. Kami siap untuk masuk ke jalur negosiasi,” ujar Putin seperti dilansir AFP kala itu.

Namun pernyataan Putin tersebut tidak dipercaya oleh negara Barat. Negara Barat meragukan hal ini. Intelijen NATO di Eropa Timur memprediksi bawa Rusia tetap akan menyerang Ukraina meski dalam wilayah terbatas, dengan menggunakan wilayah pemberontak Ukraina Timur.

Baca Juga :  Pertemuan Puncak Darurat NATO Atas Ledakan Nord Stream

Senin, 21 Februari 2022, tiba-tiba Putin mengumumkan kemerdekaan Donetsk (DPR) dan Luhansk (LRP), dua wilayah yang dikuasai oleh pemberontak pemerintah Ukraina. Alasan “menjaga perdamaian” dipakai Putin untuk menandatangani dekrit untuk mengirim pasukan ke Ukraina.

Kamis (24/2/2022), Putin mengumumkan operasi militer di Ukraina demi membela separatis di Donetsk (DPR) dan Luhansk (LRP). Ledakan terjadi di sejumlah kota di Ukraina termasuk Kyiv.

“Keadaan mengharuskan kami untuk mengambil tindakan tegas dan segera,” kata Putin, dalam pidato yang disiarkan televisi, menurut transkrip RIA-Novosti.

“Donbass (wilayah milisi pro Rusia di Ukraina timur) meminta bantuan kepada Rusia. Dalam hal ini, sesuai dengan Pasal 51, bagian 7 Piagam PBB, dengan sanksi Dewan Federasi dan sesuai dengan perjanjian persahabatan yang diratifikasi oleh Federal Musyawarah dan gotong royong dengan DPR dan LPR, saya putuskan untuk melakukan operasi militer khusus,” tambahnya.

Perang antara Ukraina dan Rusia tidak terelakkan. Pada Jumat, 25/02/2022, beredar video di sosial media, Youtube dan Instagram yang memperlihatkan terjadinya beberapa kali suara sirine di kota-kota besar di Ukraina yang menandakan waspada akan adanya serangan udara. Meskipun terlihat Rusia belum menjatuhkan bom ke daerah tersebut.

AW/Berbagai Sumber

Bagikan :
Scroll to Top