Mahasiswa Asal Medan Ubah Limbah Medis Jadi Bed Rumah Sakit

Presentasi Inovasi "Rehob" di Engineering Research And Innovation Competition, 2021
Presentasi Inovasi "Rehob" di Engineering Research And Innovation Competition, 2021

Jakarta | EGINDO.co – Mahasiswa asal Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara (Sumut) mengubah limbah medis menjadi Bed Rumah Sakit (RS).

Mahasiswa asal Kota Medan Hal itu adalah Delfira Suecita Regana, mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Pertamina Jakarta bersama dua rekannya, Nadhifa Alya Zahira dan Arsyad Ibaddurahman, mengubah limbah tersebut menjadi alat kesehatan (alkes).

“Selama ini, pengelolaan limbah B3 medis berfokus pada pemusnahannya. Sehingga, kami mencoba mengajukan usulan baru dan mungkin yang pertama kali di Indonesia, dengan mengolah limbah B3 medis menjadi kerangka ranjang rumah sakit (hospital bed). Inovasi ini, kami beri nama Recyled Hospital Bed atau Rehob,” kata Ketua tim, Delfira, dalam wawancara daring, Kamis (28/1/2022) kemarin bersama media.

Delfira Suecita Regana, melakukan kegiatan sosialisasi pengolahan sampah organik (Takakura)

Dikatakannya, masih lekat dalam ingatan, ketika pada Juni 2021 lalu, Indonesia kembali mengalami lonjakan kasus Covid-19. Saat itu, Kementerian Kesehatan mengamanatkan agar konversi tempat tidur untuk pasien Covid-19 difasilitas layanan kesehatan (fasyankes) ditingkatkan hingga 60 persen. Sayangnya, kebijakan tersebut masih belum cukup. Beberapa rumah sakit seperti Siloam menyatakan, pada Juni 2021 telah kehabisan tempat tidur untuk merawat pasien Covid-19.

Baca Juga :  Sampah Mie Instan Bisa Jadi Bahan Bakar Bernilai Cuan

“Kami juga sempat membaca di beberapa berita, akibat lonjakan kasus positif Covid-19 pada saat itu, banyak pasien umum yang harus dirawat di lorong rumah sakit tanpa tempat tidur. Dari sinilah, muncul ide untuk membuat rehob,” kata Delfira tentang timbulnya ide itu.

Menurut Delfira, berdasarkan penelitian terdahulu dan pengamatan tim, ecobrick yang dibuat dengan menggunakan botol berbahan PET ukuran 600 ml, dapat menahan beban hingga 407,89 kilogram, dengan massa rata-rata ecobrick sebesar 262,8 gram dan densitas sebesar 0,44 gr/ml. Sehingga, kerangka Rehob itu aman karena mampu menahan berat badan rata-rata manusia dewasa mencapai 62 hingga 70 kg.

Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan, hingga akhir Juli 2021, limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dari kelompok limbah medis menembus angka 18.460 ton.

Jumlah limbah B3 medis ini didominasi oleh sampah masker, face shield, sarung tangan plastik, dan Alat Pelindung Diri (APD) yang penggunaannya meningkat sejak pandemi Covid-19. Karena sifatnya yang infeksius atau berpotensi menularkan penyakit, limbah B3 medis harus dikelola secara khusus. Salah satu jenis penanganan yang dinilai paling efektif adalah melalui pembakaran dengan alat khusus, yakni insinerator.

Baca Juga :  Lirik Ampas Kelapa Jadi Biodiesel, Begini Kata Peneliti

Namun, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) mencatat, hingga pertengahan tahun 2021 lalu, hanya 122 Rumah Sakit yang memiliki fasilitas insinerator. Sementara itu, fasilitas pengolah limbah B3 medis juga masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.

Rehob diproses dengan prinsip Ecobricks. Botol-botol PET plastik yang sudah tidak terpakai diisi degan limbah B3 medis yang sudah didisinfektasi dan dicacah. Botol berisi limbah tersebut kemudian direkatkan satu sama lain dan disusun membentuk kerangka tempat tidur.

Selain berpotensi mengoptimalkan penanganan limbah B3 medis, inovasi ini sekaligus dapat menangani permasalahan kekurangan tempat tidur di beberapa fasyankes. Berkat ide cemerlangnya, Delfira dan tim memenangkan Juara 2 di ajang Engineering Research and Innovation Competition yang dilaksanakan oleh Universitas Negri Yogyakarta di akhir tahun 2021 lalu.

Baca Juga :  Peran Perempuan Ciptakan Inovasi Di Industri Media

Sedangkan Arsyad, anggota tim lainnya mengakui kehadiran mata kuliah Pengelolaan B3 dan Limbah B3, serta mata kuliah Pembangunan Berkelanjutan, banyak menginspirasi tim untuk menyusun gagasan dan menemukan alternatif solusi terbaik. “Selain itu, dukungan dan diskusi yang intens dengan dosen pembimbing kami, Ibu Nova Ulhasanah, juga sangat membantu. Selain merupakan expert di bidang pengelolaan sampah (Waste Management), beliau juga merupakan Ketua Center for Environmental Solution dan Ketua Sub Kelompok Keahlian Manajemen Lingkungan di Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Pertamina,” kata Arsyad mengakui.

Sementara itu di Universitas Pertamina, mahasiswa telah dibiasakan untuk berinovasi sejak dini. Selain melalui metode pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning), mahasiswa juga seringkali dilibatkan dalam proyek penelitian gagasan para dosen. Disamping itu, dukungan untuk keterlibatan mahasiswa diberbagai ajang inovasi juga diberikan secara penuh. Melalui kegiatan magang, mahasiswa juga diberikan ruang berinovasi untuk memecahkan masalah riil yang terjadi di dunia usaha dan dunia industri.@

Fd/rel/TimEGINDO.co

 

Bagikan :
Scroll to Top