Tes Antigen Penumpang Pesawat Akan Dilakukan Mulai Rabu

Seluruh penumpang dari luar negeri yang baru mendarat di Bandara Soekarno-Hatta dipastikan langsung menjalani tes PCR di Terminal 3 sebelum memproses keimigrasian untuk masuk wilayah Indonesia.
Seluruh penumpang dari luar negeri yang baru mendarat di Bandara Soekarno-Hatta dipastikan langsung menjalani tes PCR di Terminal 3 sebelum memproses keimigrasian untuk masuk wilayah Indonesia.

Jakarta | EGINDO.com   —Pemerintah mencabut aturan mengenai kewajiban tes PCR bagi penumpang pesawat, aturan tersebut diganti dengan kewajiban tes antigen yang jauh lebih murah.

Aturan ini dipastikan akan diterapkan pada Rabu (3/11/2021).

Juru bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati mengatakan, aturan terbaru tersebut tertuang dalam Instruksi Mendagri (Inmendagri) Nomor 57 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 3, Level 2, dan Level 1 Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali.

Adita Irawati mengatakan, pihaknya masih menyusun regulasi yang menyesuaikan dengan ketentuan di Inmendagri 57/2021.

Penerbitan regulasi Kemenhub akan menunggu terbitnya Surat Edaran (SE) Satgas Covid-19 terlebih dahulu.

“Kami menunggu SE Satgas dulu, setelah itu SE Kemenhub terbit,” ujarnya kepada Kompas.com, Selasa (2/11/2021).

Oleh sebab itu, ia menekankan, pada hari ini masih berlaku aturan lama, yakni penumpang pesawat diwajibkan untuk tes RT-PCR sebagai syarat penerbangan, baik untuk penumpang yang sudah vaksin dosis pertama maupun dosis kedua.

Sedangkan untuk aturan terbaru yaitu diperbolehkan menggunakan tes antigen sebagai syarat penerbangan bagi penumpang dengan vaksin dosis kedua, berlaku mulai besok, Rabu (3/11/2021).

Aturan yang masih berlaku saat ini Secara rinci, saat ini masih berlaku aturan bahwa penumpang pesawat wajib menunjukkan kartu vaksin Covid-19 minimal dosis pertama.

Selain itu, wajib menunjukkan keterangan negatif Covid-19 dari hasil tes RT-PCR yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 2×24 jam sebelum keberangkatan.

Ketentuan ini berlaku baik bagi penumpang dengan vaksin dosis pertama maupun dosis kedua.

Aturan yang akan berlaku mulai besok Sementara itu, secara rinci, aturan terbaru yang akan mulai berlaku yakni selain menunjukkan kartu vaksin minimal dosis pertama, bagi penumpang yang baru vaksin dosis pertama harus menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 3×24 jam sebelum keberangkatan.

Sementara bagi penumpang yang sudah melakukan vaksin dosis kedua, bisa menunjukkan surat keterangan negatif Covid-19 dari hasil rapid test antigen yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 1×24 jam sebelum keberangkatan.

Baca Juga :  Siswa SD Harus Tes Antigen Covid-19 Setiap 2 Minggu Sekali

Ketentuan terbaru ini berlaku untuk penerbangan domestik antar-bandara di wilayah Jawa-Bali, serta berlaku untuk penerbangan domestik dari luar wilayah Jawa-Bali ke bandara di Jawa-Bali, maupun sebaliknya.

Selama melakukan aktivitas di tempat umum saat masa PPKM, masyarakat tetap diminta untuk memakai masker dengan benar dan konsisten. Selain itu, dilarang menggunakan face shield tanpa memakai masker.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Kemenhub: Syarat Naik Pesawat Pakai Antigen Mulai Berlaku Besok”,

Sebelumnya Menteri Perhubungan membuat surat edaran yang mewajibkan penumpang pesawat untuk rute di dari dan ke Jawa Bali wajib tes PCR.

Namun beberapa hari kemudian, pada Senin (1/11/2021) Menteri PMK Muhadjir Effendy tiba-tiba mencabut aturan tersebut dan menetapkan atauran yang berlaku seperti sebelumnya yaitu penumpang hanya diwajibkan menyertakan tes antigen.

Harga PCR dan antigen  jauh berbeda. PCR tadinya sekitar Rp 500.000, kemudian diturunkan kadi Rp 300.000, sementara antigen hanya Rp 95.000, bahkan di stasiun kereta harganya hanya Rp 45.000 untuk penumpang kereta.

DPP Projo meminta Presiden Joko Widodo membasmi mafia PCR di tubuh pemerintahan.

Pasalnya, aturan wajib uji PCR bagi penumpang moda transportasi massal yang berubah-ubah semakin mengindikasikan adanya mafia PCR.

“Presiden Jokowi dapat segera bertindak. Beliau tahu mana kardus, mana kayu jati,” kata Ketua Satgas Nasional Gerakan Percepatan Vaksinasi Covid-19 DPP Projo Panel Barus dalam siaran pers Senin (1/11/2201).

Ia mempersoalkan syarat wajib PCR bagi penumpang moda transporasi baik darat, laut, maupun udara dianggap tidak jelas urgensinya.

Beban biaya tes PCR mencekik rakyat yang sedang susah dilanda pandemi Covid-19.

Di sisi lain Kementerian Perhubungan per 27 Oktober 2021 justru mewajibkan pengguna transportasi darat maksimal 250 km dan penyeberangan antarpulau wajib tes PCR melalui Surat Edaran Menhub Nomor 90.

Menurut dia, tumpang tindih dan gonta-ganti aturan tes PCR membingungkan rakyat.

Ini menunjukkan ada upaya mempertahankan tes PCR yang tidak ada urgensinya. Padahal gerakan vaksinasi sudah massif, serta ada alat tes jenis lain yang jauh lebih murah.

Baca Juga :  Penumpang Pesawat Naik 47,2 Persen Pada Oktober 2021

“Ini kayak dagelan, dihapus untuk pesawat udara tapi diberlakukan di transportasi darat,” katanya.

Panel mengatakan penghapusan wajib tes PCR semakin meyakinkan publik bahwa kebijakan tersebut keliru.

Mafia beroperasi dalam mempengaruhi kebijakan tersebut, alhasil kebijakan yang dikeluarkan menambah penderitaan rakyat dan juga membebankan anggaran negara.

Praktik operasi kebijakan itulah yang harus dihapus oleh Presiden Jokowi.

Perlu diketahui, Mahkamah Konstitusi sudah menyatakan tak ada yang kebal hukum dalam kebijakan keuangan negara dan penanganan pandemi Covid-19.

Akhirnya Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang dinilai bisa menjadi tameng mafia diputuskan akan berakhir pada 2022.

Mafia PCR

Rakyat menanti Presiden Joko Widodo memerintahkan institusi penegak hukum untuk membasmi mafia PCR sampai ke akar-akarnya.

Upaya pemberantasan mafia ini juga didukung keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan pasal-pasal kebal hukum dalam Perppu corona.

Politisi senior PKS Muhammad Nasir Djamil mengatakan MK telah mengambil langkah yang benar.

MK telah membatalkan ketentuan soal impunitas bagi pejabat dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19.

“Putusan MK ini menghancurkan tembok tebal kebal hukum yang dijadikan tempat berlindung dalam pengelolaan keuangan negara dalam mengatasi pandemi Covid-19,” urai Nasir kepada Tribun Network, Senin (1/11/2021).

Ketentuan tentang impunitas atau kondisi tidak dapat dipidana bagi pejabat dalam rangka penanganan Covid-19 itu ada pada Pasal 27 Ayat (2) UU Nomor 2 Tahun 2020.

Ketentuan itu memerinci pihak-pihak yang tak dapat diperkarakan secara perdata maupun pidana ialah anggota, sekretaris, dan pegawai sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Menurut Nasir, keputusan MK tersebut membuat pejabat negara bisa digugat jika dalam penggunaan anggaran dana untuk penanganan Covid-19 ini mengalami penyimpangan.

“Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan institusi penegak hukum sekarang dapat masuk melakukan penyelidikan,” tambahnya.

Pihaknya pun menanti pemeriksaan pengelolaan dana pengendalian corona selama hampir dua tahun.

Baca Juga :  ChatgGPT Aneh Menghasilkan Omong Kosong Selama Berjam-Jam

Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Netty Prasetiyani meminta pemerintah membongkar praktik mafia test PCR.

“Asumsi publik ini harus dijawab oleh pemerintah. Buktikan bahwa memang tidak ada motif bisnis buktikan tidak ada penumpang gelap pemberlakuan kebijakan test PCR,” kata Netty.

Menurutnya bahwa pemberlakuan PCR di moda transportasi udara pekan lalu jelas ada permainan bisnis.

Tidak heran PCR menjadi perbincangan hangat netizen di media sosial.

“Apalagi sekarang maskapai sekarang bangkunya sudah boleh terisi 100 persen. Jadi kalau kemudian kita hitung kalau 100 persen berapa jumlah kursinya dan dikalikan test PCR-nya,” ucap Netty.

Pebisnis Raup Cuan Tinggi

Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kesehatan dan Keadilan M. Isnur menyoroti soal penurunan harga jasa pelayanan pemeriksaan PCR oleh Pemerintah.

Ia menilai penurunan harga tersebut tidak mencerminkan asas transparansi dan akuntabilitas.

“Kebijakan tersebut diduga hanya untuk mengakomodir kepentingan kelompok tertentu yang memiliki bisnis alat kesehatan, khususnya ketika PCR dijadikan syarat untuk seluruh moda transportasi,” ujar Isnur.

Dalam catatan Koalisi Masyarakat Sipil bahwa harga pemeriksaan PCR setidaknya telah berubah sebanyak empat kali.

Pada saat awal pandemi muncul, harga PCR belum dikontrol oleh Pemerintah sehingga harganya sangat tinggi mencapai Rp2,5 juta.

Kemudian pada Oktober 2020 Pemerintah baru mengontrol harga tersebut PCR menjadi Rp900.000.

Sepuluh bulan kemudian harga PCR kembali turun menjadi Rp495.000-Rp525.000 akibat kritikan dari masyarakat yang membandingkan biaya di Indonesia dengan di India.

Terakhir, 27 Oktober lalu Pemerintah menurunkan harga menjadi Rp 275.000-Rp 300.000.

Pihaknya melihat penurunan harga dapat dilakukan ketika gelombang kedua melanda sehingga warga tidak kesulitan mendapatkan hak atas kesehatannya.

“Penurunan harga PCR untuk kebutuhan mobilitas juga mencerminkan bahwa kebijakan ini tidak dilandasi asas kesehatan masyarakat, namun pemulihan ekonomi,” terangnya.

Koalisi mencatat setidaknya ada lebih dari Rp23 triliun uang yang berputar dalam bisnis tersebut.

Total potensi keuntungan yang didapatkan adalah sekitar Rp10 triliun lebih.

Sumber: Tribunnews/Sn

 

Bagikan :
Scroll to Top