Jakarta | EGINDO.co – Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) naik, akan memicu harga barang-batang mahal. Bukan solusi cerdas dalam kondisi ekonomi nasional dan internasional sedang terpuruk.
Hal ini dikatakan Dr. Rusli Tan, SH, MM, seorang pengamat sosial ekonomi kepada EGINDO.co Sabtu (2/10/2021) di Jakarta menanggapi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) yang telah menyetujui tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) naik terus menerus dari 10 persen hingga 12 persen yang mana tarif PPN yang saat ini ditetapkan sebesar 10%.
Kenaikan PPN yang mulai tahun depan yakni barang yang dikonsumsi masyarakat sangat berpotensi akan mengalami kenaikan harga. “Saya kira kerja DPR RI yang kini sibuk studi banding ke luar negeri seperti hanya ingin melihat perlakuan seks menyimpang yang ada di Brazil, begitu juga banyak Kementerian sekarang ini melakukan pertemuan di hotel berbintang. Harusnya tidak dilakukan pada saat pandemi Covid-19 sekarang ini. Baiknya fokuslah untuk mengurusi Covid-19 hingga tuntas,” katanya.
Rusli Tan menilai semua itu pemborosan anggaran yang seharusnya pikiran difokuskan untuk membangun ekonomi dan membantu ekonomi rakyat, bukan menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), menaikkan berbagai bentuk pajak termasuk PPN yang pasti berdampak kepada kenaikan harga barang dan itu yang merasakan masyarakat kecil. “Sekarang semua barang-barang sudah naik, semua orang tahu itu terutama ibu ibu rumah tangga dan itu mempengaruhi roda perekonomian nasional,” katanya.
Menjawab pertanyaan EGINDO.co Rusli Tan memberikan solusi meningkatkan ekonomi Indonesia yakni dengan efesiensi dan memberantas korupsi serta melakukan kerja yang maksimal dari pemerintah.
Harga barang barang di pasar harus dijaga, jangan sampai melambung tinggi. Ironisnya kata Rusli Tan, bila dilapor kepada presiden, harga bisa turun seperti harga Jagung yang mana peternak unjukrasa ke istana atau melaporkan harga jagung yang mahal, lantas harga jagung bisa turun.
Kondisi seperti ini tidak baik kata Rusli Tan. Harusnya para menteri bekerja maksimal, melakukan fungsi kontrol yang baik tidak hanya memberikan statemen akan tetapi kondisi di lapangan tidak demikian.
Soal Jagung, kata Rusli Tan seharusnya para menteri terkait melakukan penanaman jagung secara baik sehingga tidak perlu infor. “Pada era Orde Baru, jagung itu surplus tidak perlu ekspor, mengapa sekarang tidak bisa? Semua harus ekspor,” kata Rusli Tan mempertanyakan.
Diberikannya contoh Tiongkok yang lebih memfokuskan diri untuk kebutuhan domestiknya tanpa harus infor dari negara lain sehingga perekonomiannya baik. “Hal yang baik harus dicontoh dan Indonesia bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri tanpa infor apa bila bekerja dengan baik, benar dan maksimal,” katanya meyakinkan.
Untuk itu katanya berbagai bentuk pajak yang dibuat akan membuat harga barang barang mahal dan daya beli masyarakat semakin lemah dan akhirnya roda perekonomian terhambat. Berbagai bentuk pajak dibuat apa bila kebocoran, korupsi terus terjadi maka tidak akan memberikan dampak positif dari pajak yang dibuat. Baiknya, lakukan efesien dan berusaha meminimalkan infor dan berusaha memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga ekonomi kerakyatan bangkit dan kuat.@
Bs/TimEGINDO.co